REPUBLIKA.CO.ID, MEDAN -- Polres Pematang Siantar didesak untuk menegakkan hukum terkait dengan aksi penggarapan yang terjadi di Kebun Bangun, PT Perkebunan Nusantara IV Regional I di Sumatera Utara (Sumut). Pasalnya ada indikasi pihak penggarap melakukan teror dengan cara merusak tanaman kelapa sawit dan melakukan penganiyaan terhadap petugas keamanan.
Sampai saat ini setidak dilaporkan lebih 1.600 tanaman kelapa sawit di atas lahan 80 hektar dirusak oleh oknum-oknum yang tidak bertanggungjawab. Kuat dugaan ini sengaja dilakukan sebagai bentuk perlawanan yang dilakukan pihak penggarap kepada perusahaan perkebunan.
Ketua Forum Kemunikasi Purnakarya dan DPP KSPI PTP Nusantara (PTPN), Serta Ginting, dalam siaran persnya mengatakan pihak Polres Pematang Siantar tidak perlu takut untuk bertindak tegas.
"Sebab lahan perkebunan yang dirusak itu adalah aset negara yang memang harus dilindungi keberadaannya," tandas mantan anggota DPR RI dari Fraksi Golkar tersebut.
Menurut Ginting, pihak PTP Nusantara IV Regional 1 sudah lama melakukan pendekatan secara persuasif kepada pihak penggarap dan melibatkan Forkompimko Pematang Siantar dalam menyelesaikan sengketa antara pihak perusahaan dengan penggarap. Antara lain dengan memberi tali asih dan meminta kepada penggarap untuk meninggalkan lahan Hak Guna Usaha (HGU) aktif yang digarap.
Pihak penggarap sendiri, menurut Ginting, sudah meninggalkan lahan yang digarapnya. Bahkan pihak perusahaan (PTPN IV Regional 1) sudah menanaminya dengan kelapa sawit, yang kini telah berusia 2 tahun lebih. Tapi belakangan tanaman sawit yang siap berproduksi itu dirusak oleh sejumlah oknum.
Mereka, papar Ginting lagi, tidak hanya sekedar merusak, tapi juga menganiaya aparat keamanan internal yang coba menghalangi tindakan anarkis tersebut. Mereka tak segan-segan bertindak brutal dengan melakukan tindakan kekerasan bersenjata tajam.
"Dua orang petugas keamanan kini masih dirawat di rumah sakit akibat luka bacok yang dialaminya," katanya.
Tak sampai situ saja, menurut Ginting lagi, mereka juga menebar ancaman, hingga membuat system keamanan tidak bisa dilakukan. Para provokator itu diduga adalah pihak-pihak di luar penggarap yang mencoba kembali masuk dan berusaha hendak menguasai lahan perkebunan. Pihak perkebunan sendiri sudah melaporkan hal tersebut ke Polres Pematang Siantar.
Hanya saja, aparat kepolisi terkesan bersikap hati-hati untuk menindaklanjuti laporan pengrusakan aset negara ini. Terbukti, meski sampai saat ini belum satu pun dari pihak provokator dan perusak tanaman kelapa sawit ditindak.
"Mestinya polisi sudah bisa bertindak karena pelanggaran hukum sudah jelas," ucap Ginting lagi.
Ginting mengatakan, pihak polisi tidak perlu takut bertindak karena perbuatan para provokator sudah jelas-jelas melanggar hukum. Ia menunjuk lahan yang dirusak adalah HGU yang masa berlakunya masih berlaku hingga 2029. Apalagi PTPN merupakan Proyek Strategis Nasional (PSN) yang wajib dijaga dan dilindungi.
Dengan kata lain, tambah Ginting, Kapolres Pematang Siantar AKBP Yogen Heroes Bruno, diminta tidak perlu ragu dan termakan isu tentang keberadaan HGU PTPN IV Regional I tersebut.
"Apa yang dilakukan oknum-oknum provokator itu hanya untuk merusak kinerja kepolisian sesungguhnya," paparnya.
Sementara itu kepada pihak manajemen Kebun Bangun, Ginting berharap tidak surut dengan tindakan yang dilakukan para provokator. Ia meminta gar berbagai tindak kejahatan dan pelanggaran hokum itu tetap dilaporkan ke kepolisian, sehingga tidak sampai membuat benturan atau konflik horizontal antara perkebunan dengan masyarakat.
Sebagai diketahui, HGU perkebunan khususnya yang berada di pinggiran kota dan memiliki nilai ekonomi tinggi, kini menjadi inceran banyak pihak. Pihak pemegang HGU seperti hanlnya PTPN IV Rehional 1 yang menjadi subholding perkebunan PTPN III, harus bekerja keras untuk mempertahankan amanah negara ini.
Hanya saja, pihak PTPN tidak cukup mampu mempertahankannya hanya dengan mengandalkan petugas keamanan internal, tapi tetap berharap dan mengedepankan pihak kepolisian dalam menyelesaikannya secara tuntas.