Meski ditampilkan sebagai alat menimpuk syetan, ukuran batu untuk jumroh tidak besar. Batu ini diambil dari Muzdalifah ketika mabit (bermalam) pada tanggal 10 Dzulhijjah, atau bisa juga sebagian diambil dari Muzdalifah dan selebihnya diambil dari sekitar Mina.
"Adapun besar ukuran batunya adalah sebesar biji asam dan tidak runcing," kata Gus Arifin dalam bukunya Ensikloped Fiqih Haji dan Umrah.
Karena para ulama fiqih memberikan gambaran tentang ukuran batunya adalah lebih besar dari kacang humus (kacang arab) tapi lebih kecil dari kacang kenari atau sebesar ruas jari kelingking. Melempar jumrah tidak boleh dengan besi, tembaga atau sejenisnya.
"Dai Abu Zubair, dari Jabir ra, bahwasanya saya melihat Rasulullah SAW melempar jumroh dengan kerikil kecil seukuran kacang. (Abu Isa At-Tirmidzi) berkata: Hadits semakna diriwayatkan dari Sulaiman bin Amr bin al-Ahwash dari ibunya, yaitu Ummu Jundub Al-Azdiyan, Ibnu Abbas, Al-Fadhl bin Abbas, Abdurrahman bin Utsman Al-Taimi dan Abdurrahman bin Muadz, Abu Isa berkata, “Ini merupakan hadits hasan sahih dan merupakan pendapat yang dipilih oleh para ulama, yaitu hendaknya melempar jumroh dengan kerikil sebesar kacang." (HR Tirmidzi).