REPUBLIKA.CO.ID, Hari ini kita merayakan Idul Adha, hari raya kurban dengan penuh kebahagiaan. Kurban, asal katanya adalah qaraba, yang berarti dekat. Kurban merupakan upaya mendekati Allah. Caranya dengan memberikan sesuatu yang terbaik. Bukan abal-abal. Sekali lagi, yang terbaik, seperti yang pernah dilakukan orang-orang shaleh dahulu.
Dua inspirasi kurban yang luar biasa. Yang sering kita dengar adalah Nabi Ibrahim sang khalilullah. Di saat dia dan istrinya Hajar sangat berbahagia meluapkan cinta kepada putra yang sudah lama dinanti kelahirannya, Ismail, Allah memerintahkan Ibrahim menyembelih sang anak.
Tak banyak berpikir, karena ini perintah Allah untuk kurban, Ibrahim melakukan apa yang diminta. Dia mempersiapkan diri menyembelih anaknya. Namun Allah kemudian memerintahkan Ibrahim mengganti sembelihannya dengan domba. Maka selamatlah Ismail dan kemudian membersamai Ibrahim membangun Ka’bah. Dengan begitu, Ibrahim berhasil melewati ujian menuju kemuliaan hidup langsung dari Allah.
Jauh sebelum Nabi Ibrahim, ada teladan kurban yang juga luar biasa, penuh keikhlasan. Kisah ini bermula dari Nabi Adam dan Hawa yang dikaruniai empat orang anak. Mereka adalah Qabil, Iqlima, Habil, dan Layutsa. Semuanya berperangai mulia, kecuali Qabil.
Sejak kecil, Qabil dan Habil sering bermain bersama. Qabil berperan sebagai si pemburu. Sedangkan Habil adalah yang diburu. Mereka berlari dan saling mengejar. Hal itu berlanjut hingga dewasa. Keduanya kerap melakukan itu. Bahkan Qabil sampai tega memukul dan melukai Habil. Namun Habil sama sekali tidak ada hasrat untuk membalas kejahatan saudaranya.
Kalau sudah terluka, Adam biasanya akan marah dan meminta Qabil untuk tidak melukai saudaranya. Namun hal itu acap kali tak digubris. Qabil selalu saja bernafsu untuk tampil lebih unggul dan tidak ingin saudaranya lebih unggul darinya.
Suatu ketika Habil membangun sebuah rumah. Ketika sudah jadi, Qabil tiba-tiba datang dan mengusir Habil. Qabil berkata, Habil tidak berhak untuk tinggal di sana.
Ketika mereka semakin dewasa, Nabi Adam menikahkan mereka secara silang. Qabil dinikahkan dengan Layutsa. Sedangkan Habil dinikahkan dengan Iqlima. Qabil tidak terima. Dia merasa lebih berhak menikahi Iqlima yang lebih cantik. Sebabnya, saat dilahirkan, keduanya keluar dari rahim Hawa secara bersamaan.
Adam mengatakan, hal itu tidak boleh, karena Qabil harus menikahi Layutsa. Namun Qabil tetap tidak terima. Maka untuk menundukkan kekeraskepalaan Qabil, juga untuk menentukan siapa yang berhak menikahi Iqlima, Nabi Adam menggelar sayembara kurban antara Qabil dan Habil.
Saat itu, Qabil yang bertani membawa hasil bumi yang masih hijau, belum siap panen. Berbeda dengan Habil si peternak. Dia membawa domba terbaik peliharaannya dan ikhlas dikurbankan untuk Allah.
Lihat halaman berikutnya >>>