Rabu 19 Jun 2024 16:01 WIB

Idul Adha Disebut Ajang Perkuat Nilai Kemanusiaan yang Universal

Perayaan kurban sebenarnya adalah untuk menghayati kisah Nabi Ibrahim.

Red: Fernan Rahadi
Ilustrasi kurban, Idul Adha
Foto: Republika /mgrol101
Ilustrasi kurban, Idul Adha

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Perayaan Idul Adha, atau yang juga sering disebut sebagai hari raya berkurban, adalah salah satu bentuk ibadah sebagai wujud kecintaan seorang Muslim terhadap Allah. Ibadah yang telah dicontohkan sejak zaman Nabi Ibrahim ini tidak terbatas hanya pada penyembelihan hewan saja, namun juga mengandung aspek kemanusiaan dan kepedulian sosial dalam pelaksanaannya. Juga sebagai momentum untuk bahu-bahu menegakkan hal-hal baik dan menghalau yang tidak baik seperti radikalisme dan intoleransi.

Menguraikan makna dari perayaan Idul Adha, Ketua Umum Asosiasi Dai-Daiyah Indonesia (ADDAI), Moch. Syarif Hidayatullah mengatakan bahwa perayaan kurban sebenarnya adalah untuk menghayati kisah Nabi Ibrahim. Di masanya, Ibrahim diberi wahyu melalui mimpi untuk menyembelih putranya sendiri, yang pada akhirnya diganti dengan seekor domba dan putra kesayangannya pun selamat.

“Andaikata peristiwa itu (menyembelih anak sendiri) sampai terjadi, kan seperti tragedi kemanusiaan, tapi itu kan nggak terjadi. Kenapa tidak terjadi? Karena Nabi Ibrahim sebetulnya bukan diperintahkan untuk menyembelih putranya dalam pengertian hakiki, tapi diperintahkan untuk menyembelih kecintaannya yang berlebih kepada yang selain Allah SWT," kataSyarif di Jakarta, Rabu (19/6/2024).

Menurutnya, peristiwa turunnya perintah untuk berkurban pada Nabi Ibrahim menjadi panduan bagi generasi setelahnya dalam menunjukkan ketakwaan pada Allah, Tuhan alam semesta. Berkurban tidak semata-mata hanya menyembelih hewan yang dikurbankan, tapi juga egoisme manusia itu sendiri. Dengan perayaan kurban, manusia diingatkan bahwa yang patut dicintai dan diprioritaskan hanyalah Allah, bukan yang lainnya.