REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Interaksi suku Aborigin penduduk asli Benua Australia dengan Muslim Makassar diperkirakan sudah terjadi antara abad ke-16 dan ke-17, ini terekam dalam lukisan pada dinding batu yang dibuat penduduk asli Australia.
Kemudian, pada abad ke-19, terjadi gelombang baru Muslim memasuki Australia dan menetap sana. Antara tahun 1870 dan 1920 sekitar, 20 ribu ekor unta dan 2.000 sampai 3.000 penunggang unta mendarat di daratan Australia. Mereka berasal dari Afghanistan, Rajasthan, Khasmir, Mesir, Turki dan Persia.
Hal itu diceritakan dalam Boundless Plains: The Australian Muslim Connection, sebuah pameran foto yang menceritakan kisah Islam di Australia. Pameran itu secara resmi dibuka di Museum Sejarah Jakarta pada 15-30 April 2019.
Para penunggang unta tersebut kemudian membuat jaringan jalan unta yang luas tersebar ke seluruh pedalaman Benua Australia. Mereka melakukan apa yang perlu dilakukan saat membuka sebuah wilayah. Mereka terbukti sangat berjasa dalam ekspedisi untuk memetakan Benua Australia.
Di wilayah Maree, Australia Selatan ditemukan sisa bangunan masjid yang diduga dibangun oleh para penunggang unta dari Afghanistan pada tahun 1885. Bentuk masjid tersebut meniru bangunan masjid yang pertama kali dibangun di Makkah dan Madinah pada masa awal penyebaran Islam.
Penentuan posisi masjid sangat hati-hati, sebab harus dibangun dekat sumber air yang bisa digunakan untuk berwudhu. Bangunan masjid di Maree itu juga terinspirasi oleh teknik arsitektur di darah yang bercuaca panas.
Atap masjidnya dibuat miring agar memberi perlindungan dari cahaya matahari. Bagian depan masjid terbuka sehingga memungkinkan udara mengalir melalui area bagian dalam untuk mengeluarkan udara hangat. Sementara dinding masjid yang pendek dan terbuat dari lumpur membantu ventilasi bangunan dan melancarkan pergerakan udara.
Kisah lain, Saleh (Charlie) Sadadeen yang tiba di Australia pada akhir tahun 1890. Saleh diakui telah membangun masjid pertama di wilayah Alice Spring pada tahun 1913. Saleh meninggal dunia pada tahun 1933 saat bisnis untanya mulai merosot. Sekarang namanya dipakai untuk menamai kota satelit, sekolah dan lapang.
Banyak terdapat kuburan para penunggang unta di Australia. Sebagai contohnya di pemakaman Bourke, pada batu nisan di sana tertulis Wahub Afghan meninggal pada Agustus 1895. Pada nisan tersebut tertulis Bismillahirohmanirohim, Syahadat, dan Surat Al-Ikhlas. Di Pemakaman Bourke juga ditemukan gubuk yang terbuat dari seng. Gubuk tersebut digunakan sebagai Mushola oleh umat Islam di sana pada masa lalu.
Selain itu ada Masjid Broken Hill yang diperkirakan menjadi masjid pertama di New South Wales. Masjid tersebut dibangun di situs kamp unta yang sudah tua. Para penunggang unta dulu biasa beristirahat di sana sambil merencanakan perjalanan mereka.
Kini bangunan masjid yang terbuat dari seng tersebut masih bisa digunakan oleh pengunjung dan penduduk setempat. Para penunggang unta biasanya meninggalkan sajadah di masjid tersebut sebagai penghargaan kepada masjid.
Pada dinding masjid tertulis ayat-ayat Alquran, foto Makkah dan tempat suci lainnya. Sementara di luar masjid terdapat pohon kurma yang ditanam oleh para penunggang unta dari Afghanistan pada masa lalu.
Di sana juga ditemukan kereta unta berusia tua. Kereta tersebut dulunya digunakan untuk mengangkut barang-barang ke pedalaman. Unta digunakan karena dapat bertahan dalam kondisi ekstrem, tidak seperti kuda. Unta dianggap sebagai moda transportasi yang cocok di Australia yang kondisinya ekstrem.
Para penunggang unta mengangkut wol ke pelabuhan, dan mengangkut air ke daerah-daerah yang dilanda kekeringan. Mereka juga mengangkut surat, peralatan, dan berdagang pada saat konstruksi kereta api masih dalam masa pengembangan di Australia.
Para penunggang unta juga memainkan peran penting dalam memfasilitasi pembangunan jalur Telegraf Overland pada tahun 1870-1872. Mereka membantu mengangkut peralatan, bahan-bahan dan pasokan. Tanpa layanan yang mereka berikan, pengembangan pedalaman Australia akan tertinggal paling sedikit lima puluh tahun sampai era perbaikan jalan dan layanan kereta api.
Setelah Australia kedatangan para penunggang unta, datang pedagang asongan dan para penyelam mutiara dari Melayu ke Australia. Kemudian secara bertahap Australia didatangi orang Albania, Turki dan Muslim lainnya dari berbagai negara. Semuanya itu menjadi bagian dari sejarah awal perkembangan Islam di Australia.
Chalidin dalam bukunya mengatakan, Muslim Melayu dari Asia Tenggara juga pernah menginjakkan kaki di Benua Australia pada akhir abad ke-19 dan awal abad ke-20. Mereka berasal dari Malaysia, dikenal sebagai orang Melayu yang berprofesi sebagai nelayan mutiara. Mereka juga menikahi orang-orang Aborigin. Sebagai bukti nyata, terdapat kuburan Muslim Melayu yang berasal dari orang-orang Indonesia, Filipina, Malaysia dan Singapura, di pemakaman Broome, pesisir barat Australia.