Ahad 23 Jun 2024 11:28 WIB

Banyak Jamaah Haji Gugur, Mengapa Panas Ekstrem Mengancam Nyawa?

Dehidrasi bisa sangat berbahaya dan bahkan mematikan bagi semua orang.

Rep: Lintar Satria/ Red: Satria K Yudha
Jamaah haji minum saat sedang wukuf di Arafah di tengah cuaca panas.
Foto: Saudi Gazette
Jamaah haji minum saat sedang wukuf di Arafah di tengah cuaca panas.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Lebih dari 1.000 jamaah haji meninggal dunia tahun ini di tengah panas ekstrem Arab Saudi, menurut laporan penghitungan AFP. Cuaca panas ekstrem di Saudi diduga menjadi pemicu banyaknya jamaah haji yang meninggal dunia.

Lalu, sebenarnya kenapa panas ekstrem dapat mengancam nyawa seseorang? Suhu tubuh saat beristirahat biasanya sekitar 37 derajat Celcius. Profesor kesehatan University of Sydney, Australia, Ollie Jay mengatakan, suhu tersebut hanya berjarak 4 Celcius dari malapetaka berupa sengatan panas.

Direktur perawatan darurat di Rumah Sakit Houston Methodist Neil Gandhi mengatakan, selama gelombang panas, siapa pun yang datang dengan demam 38 derajat Celsius atau lebih tinggi dan tidak ada sumber infeksi yang jelas akan diperiksa untuk mengetahui apakah mereka mengalami kelelahan akibat panas atau sengatan panas yang lebih parah. "Secara rutin akan melihat suhu inti lebih besar dari 39, 40 derajat selama beberapa waktu," kata Gandhi.

Ia menambahkan satu atau tiga derajat lagi, pasien tersebut berisiko tinggi mengalami kematian.

Jay mengatakan ada tiga hal yang membuat panas ekstrem berisiko kematian bagi seseorang. Pertama adalah peningkatan suhu tubuh secara kritis yang menyebabkan organ tubuh gagal berfungsi.

Jay mengatakan ketika suhu tubuh bagian dalam menjadi terlalu panas, tubuh mengalihkan aliran darah ke kulit untuk mendinginkannya. Namun, hal tersebut mengalihkan darah dan oksigen dari perut dan usus, dan dapat memungkinkan racun yang biasanya terkurung di area usus bocor ke dalam sirkulasi.

"Hal itu memicu serangkaian efek. Pembekuan di seluruh tubuh dan kegagalan beberapa organ dan pada akhirnya, kematian."

Namun, kata Jay, pembunuh yang lebih mematikan akibat panas adalah ketegangan pada jantung, terutama bagi orang-orang yang memiliki penyakit kardiovaskular. Hal ini dimulai dengan darah yang mengalir deras ke kulit untuk membantu melepaskan panas inti. Hal ini menyebabkan tekanan darah turun. Jantung merespons dengan mencoba memompa lebih banyak darah agar Anda tidak pingsan.

"Anda meminta jantung untuk melakukan lebih banyak pekerjaan daripada yang biasanya dilakukan," kata Jay.

Ia menambahkan, bagi seseorang dengan kondisi jantung, kondisi tersebut sama seperti seseorang dengan otot kaki yang lemah atau mengelami cedera tapi harus berlari mengejar bus. “Pasti ada sesuatu yang akan terjadi."

Faktor ketiga adalah dehidrasi yang berbahaya. Jay mengatakan saat orang berkeringat, mereka kehilangan cairan hingga ke titik yang dapat membuat ginjal mengalami tekanan berat.

Profesor kesehatan masyarakat dari Universitas Harvard dan dokter ruang gawat darurat di Rumah Sakit Umum Massachusetts Dr Renee Salas mengatakan, dehidrasi dapat berkembang menjadi syok, menyebabkan organ-organ tubuh berhenti bekerja karena kekurangan darah, oksigen dan nutrisi, yang menyebabkan kejang-kejang dan kematian.

"Dehidrasi bisa sangat berbahaya dan bahkan mematikan bagi semua orang jika sudah cukup parah - tetapi sangat berbahaya bagi mereka yang memiliki kondisi medis dan sedang dalam pengobatan tertentu," kata Salas.

Jay mengatakan dehidrasi juga mengurangi aliran darah dan memperbesar masalah jantung.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement