Kamis 27 Jun 2024 23:40 WIB

Soal Ide Insentif Bagi Pelaku Usaha untuk Peningkatan Literasi Keuangan, Ini Kata DPR

MDR digunakan untuk membiayai sejumlah kepentingan publik.

Kartu debit (ilustrasi).
Foto: www.freepik.com
Kartu debit (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Merchant Discount Rate (MDR) bagi penyelenggara sistem pembayaran berfungsi menopang kelangsungan dan profitibilitas mereka. MDR merupakan potongan biaya yang dibebankan pada merchant setiap transaksi kartu debit/ kredit dilakukan. Meskipun terlihat kecil, akumulasi dari jutaan transaksi harian menjadikannya sumber pendapatan utama.

MDR diketahui digunakan untuk membiayai infrastruktur, keamanan dan pengembangan teknologi, serta juga bisa untuk membiayai inisiatif program literasi keuangan yang bermanfaat bagi masyarakat. Semakin tinggi volume transaksi, semakin kuat ekosistem pembayaran.

Baca Juga

Anggota Komisi XI DPR RI Puteri Komarudin menilai, saat ini kondisi literasi keuangan di Indonesia masih perlu ditingkatkan. Meski trennya terus naik sejak tahun 2013, namun tingkat pemahaman masyarakat akan produk keuangan masih belum melebihi angka 50%.

“Tahun 2022 kemarin, hasil survei Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat tingkat literasi keuangan Indonesia masih berada pada 49,68%, meningkat dibanding 2019 yang masih di angka 38%. Tapi, jika dilihat, tingkat inklusi keuangan atau ketersediaan akses keuangan di masyarakat nilainya sudah menyentuh angka 85,10%.” ungkap Puteri di Jakarta, Kamis (27/6/2024).

Menurut Puteri, hal ini menunjukkan adanya celah yang cukup lebar antara inklusi dan literasi keuangan di mana hal ini kemudian memicu maraknya kasus di tengah masyarakat. Tidak hanya risiko penyalahgunaan pada pembayaran digital misalnya pemalsuan QRIS, namun masyarakat juga rentan terjerumus kepada skema investasi ilegal, seperti pinjaman online ilegal, judi online hingga aset kripto ilegal.

“Untuk itulah, kita perlu terus tingkatkan literasi keuangan agar berjalan secara linear dengan peningkatkan inklusi keuangan sehingga konsumen bisa memanfaatkan produk keuangan dan teknologi pembayaran dengan baik dan bijak," kata Puteri menambahkan.

Terkait kemungkinan untuk menerapkan insentif bagi pelaku usaha yang memiliki program peningkatan literasi keuangan, Puteri menilai patut dipertimbangkan, terutama di Indonesia bagian timur. “Saya kira inisiatif ini patut dipertimbangkan dan dikaji lebih lanjut, khususnya untuk mempercepat pemerataan literasi dan inklusi keuangan di Indonesia," ujar Puteri.

Puteri melanjutkan, Undang-Undang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan telah memberi mandat bagi Pemerintah, Bank Indonesia, dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) untuk berkoordinasi guna meningkatkan literasi keuangan dan inklusi keuangan.

Bahkan perusahaan di sektor keuangan juga diwajibkan untuk melaksanakan kegiatan literasi keuangan dan inklusi keuangan.

“Sehingga, kami kami harap pemerintah dan otoritas terkait juga dapat mengkaji ketentuan insentif yang dapat mendorong pelaku usaha semakin aktif dalam memberikan edukasi keuangan," kata Puteri.

Sebelumnya, pada Juli 2023 lalu, Bank Indonesia menyesuaikan MDR untuk layanan QRIS bagi usaha mikro menjadi 0,3% dari sebelumnya 0%, sedangkan untuk usaha kecil, menengah, dan besar tetap di 0,7%.

Beberapa pekan kemudian, Bank Indonesia mengeluarkan kebijakan tambahan yang menetapkan MDR 0% untuk transaksi usaha mikro (UMI) sampai dengan Rp.100.000,-

Sementara data Bank Indonesia pada tahun 2022, menunjukkan presentase transaksi QRIS di bawah nominal Rp.100.000 mencapai 67,5% dimana tingginya volume transaksi ini dapat menguatkan ekosistem pembayaran, termasuk pembiayaan inisiatif program literasi keuangan, demikian dilansir dari Antara. 

sumber : Antara
BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement