REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Harian DPP Partai Gerindra Sufmi Dasco Ahmad mengaku siap menang di Pilkada Kota Tangerang Selatan dengan mengusung pasangan mantan Wakil Gubernur DKI Jakarta Ahmad Riza Patria dan pesohor Marshel Widianto.
“Ya namanya kontestasi kan kami siap menang, siap kalah,” kata Dasco di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin.
Menurut dia, Gerindra telah menghitung, mengobservasi, dan menyiapkan strategi untuk berkontestasi di Pilkada Kota Tangsel dengan mengusung Riza-Marshel.
“Jadi, pertanyaan untuk apakah menang atau kalah, ya, kami akan berusaha maksimal untuk kemudian memenangkan pilkada,” ujarnya.
Sementara itu, ia menyebut Riza tidak masalah mendapatkan penugasan sebagai wali kota, meskipun sebelumnya menjabat sebagai wakil gubernur.
“Ya kalau Riza sebagai kader partai tentunya akan selalu ikut garis, dan arahan partai ketika ditugaskan di mana saja, sehingga ketika kemudian ditugaskan di Tangsel, ya, Riza menyatakan siap,” jelasnya.
Lebih lanjut, ia mengatakan bahwa pasangan Riza-Marshel sudah dipastikan maju di Pilkada Kota Tangsel, dan telah mendapatkan rekomendasi dari sejumlah partai politik. Ia menyatakan bahwa suara yang dipegang untuk pasangan tersebut telah memenuhi 20 persen suara Pileg 2024.
Pengamat politik dan kebijakan publik, Adib Miftahul, menilai diusungnya nama komika Marshel karana Partai Gerindra tak memiliki banyak kader potensial di Kota Tangsel. Di sisi lain, ongkos politik yang mahal membuat tak banyak pihak mau melakukan transaksional untuk mendapat dukungan partai politik.
"Marshel dipilih karena memiliki popularitas, tetutama di kalangan generasi Z, yang punya suara besar. Jadi partai (melakukan cara) instan mengambil orang populer untuk calon wakil wali kota," kata dia saat dihubungi Republika, Senin (8/7/2024).
Meski demikian, pengusungan Marshel tak lantas akan serta merta didukung oleh para kader Partai Gerindra, terutama di Tangsel. Apalagi, sosok Marshel juga memiliki sejumlah kontroversi.
"Diusungnya Marshel juga tidak mungkin akan selalu didukung kader internal. Pasti timbul resistensi di dalam," kata Direktur Eksekutif Kajian Politik Nasional itu.