Selasa 09 Jul 2024 14:21 WIB

Dunia Terus Catatkan Rekor Suhu Panas

Perubahan iklim menimbulkan konsekuensi bencana di seluruh dunia.

Rep: Lintar Satria / Red: Satria K Yudha
Suhu panas bumi (ilustrasi)
Foto: www.freepik.com
Suhu panas bumi (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, LONDON -- Badan Pemantau Iklim Uni Eropa menyatakan bulan lalu merupakan Juni terpanas dalam catatan sejarah. Para ilmuwan mengatakan berlanjutnya rekor-rekor suhu panas membawa 2024 sebagai tahun terpanas yang pernah tercatat.

Dalam buletin bulanannya, Badan Perubahan Iklim Copernicus (C3S) mengatakan setiap bulan selama 13 bulan terakhir merupakan bulan-bulan terpanas yang pernah tercatat. Temuan ini berdasarkan perbandingan dengan bulan-bulan sebelumnya.

Baca Juga

C3S menyampaikan bahwa dalam 12 bulan yang berakhir pada Juni, suhu rata-rata dunia adalah yang tertinggi dalam catatan untuk periode tersebut, yaitu 1,64 derajat Celcius di atas rata-rata era pra-industri (1850-1900).

Data menunjukkan 2024 dapat mengalahkan 2023 sebagai tahun terpanas yang pernah tercatat. Para ilmuwan mengatakan perubahan iklim yang dipicu aktivitas manusia dan fenomena El Nino menyebabkan suhu tahun ini menembus rekor.

"Kini saya memperkirakan terdapat kemungkinan 95 persen 2024 mengalahkan 2023 sebagai tahun terhangat sejak suhu permukaan bumi dicatat pada pertengahan tahun 1800-an," kata peneliti dari lembaga independen asal Amerika Serikat (AS), Berkeley Earth, Zeke Hausfather, Selasa (9/7/2024).

Perubahan iklim menimbulkan konsekuensi bencana di seluruh dunia pada tahun 2024. Lebih dari 1.000 orang meninggal dalam cuaca panas yang menyengat selama pelaksanaan ibadah haji bulan lalu.

Tercatat kematian akibat panas di New Dehli, yang mengalami gelombang panas yang sangat panjang dan belum pernah terjadi sebelumnya, dan di antara para turis di Yunani. Ilmuwan iklim di Imperial College London's Grantham Institute Friederike Otto mengatakan kemungkinan besar tahun 2024 akan menjadi tahun terpanas yang pernah tercatat.

"El Nino adalah fenomena alami yang akan selalu datang dan pergi. Kita tidak dapat menghentikan El Nino, tetapi kita dapat menghentikan pembakaran minyak, gas, dan batu bara," katanya.

Fenomena alami El Nino, yang menghangatkan permukaan air di Samudera Pasifik bagian timur, cenderung meningkatkan suhu rata-rata global. Efek tersebut mereda dalam beberapa bulan terakhir, dan dunia kini berada dalam kondisi netral sebelum kondisi La Nina yang lebih sejuk diperkirakan akan terbentuk akhir tahun ini.

Kumpulan data C3S berasal dari tahun 1940, yang kemudian dicocokkan dengan data lain untuk mengonfirmasi bulan lalu adalah bulan Juni terpanas sejak periode pra-industri tahun 1850-1900.

Emisi gas rumah kaca dari pembakaran bahan bakar fosil adalah penyebab utama perubahan iklim. Meskipun ada janji-janji untuk mengekang pemanasan global, sejauh ini negara-negara secara kolektif gagal untuk mengurangi emisi ini, sehingga mendorong suhu terus meningkat selama beberapa dekade.

 

sumber : Reuters
BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement