REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ada beberapa perhatian serius Lembaga Pendidikan Tinggi (LPT) PBNU terkait maraknya persoalan pelecehan seksual di perguruan tinggi. Pertama terkait maraknya perilaku pelecehan seksual di berbagai perguruan tinggi baik yang diungkap ke publik ataupun yang diselesaikan secara diam-diam di dalam perguruan tinggi dengan alasan aib institusional.
Isu yang kedua yakni pemahanan pihak penyelenggara perguruan tinggi terkait dengan inklusivitas penyelenggaraan perguruan tinggi juga menjadi persoalan mendasar sehingga penyalah gunaan relasi kuasa dalam penyelenggaraan perguruan tinggi baik pembelajaran maupun pelayanan akademik potensial menimbulkan pelecehan dan kekerasan seksual.
Isu yang ketiga yakni sulitnya menangani persoalan pelecehan seksual di dalam institusi perguruan tinggi karena seringkali melibatkan petinggi, orang berpengaruh, atau orang penting perguruan tinggi, sehingga pihak internal yang menangani tidak cukup kuat dan berani menindaklanjuti laporan pelecehan seksual yang terjadi di perguruan tinggi.
Hal ini disoroti Mustadin Taggala selaku pengurus LPT PBNU dalam diskusi bersama Kemendikbudristek dalam rencana revisi Permendikbudristek tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual nomor 30 tahun 2021 di Lantai 2 Kemendikbudristek, Rabu (9/7/2024).
Lebih lanjut Mustadin menyampaikan bahwa aturan yang telah disahkan oleh Mendikbudristek sebelumnya sudah cukup baik, akan tetapi perlu ada penyempurnaan termasuk beberapa hal antaranya regulasi tersebut harus betul-betul mampu menjadi payung yang memastikan pemahaman para penyelenggara perguruan tinggi tentang pelecehan dan kekerasan seksual yang baik.
Selanjutnya, regulasi atau Permen yang akan mengatur pencegahan dan penanganan pelecehan dan kekerasan seksual diperguruan tinggi ini diharapkan inline dengan kebijakan pemantauan kualitas perguruan tinggi yang sudah ada, hal ini akan memastikan bahwa syarat kualifikasi perguruan tinggi yang berkualitas ialah perguruan tinggi yang secara serius mengantisipasi dan menangani kejadian pelecehan atau kekerasan seksual di lingkungan kampusnya secara optimal.
“Tentu yang juga penting yakni kesiapan anggaran pemerintah untuk menginplementasikan regulasi ini, karena kapan isu itu dianggap serius oleh negara akan tergambar dari regulasi yang ada dan anggaran yang memadai, tanpa itu artinya pemerintah belum begitu serius menangani persialan laten pelecehan dan kekerasan seksual di lembaga pendidikan ini," kata Mustadin.
Hadir dalam diskusi tersebut selain dari Perwakilan Lembaga dibawah PBNU juga hadir dari perwakilan PP Muhammadiyah serta para staf ahli dan staf khusus di lingkungan Kemendikbudristek.