Jumat 19 Jul 2024 07:52 WIB

Puncak Keimanan

Menurut Syekh Nawawi al-Bantani, ada lima tingkatan keimanan.

Merasakan manisnya iman dengan cara mengingat dosa-dosa (ilustrasi)
Foto: dok republika Thoudy Badai
Merasakan manisnya iman dengan cara mengingat dosa-dosa (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Beriman kepada Allah adalah nikmat terbesar. Definisi iman adalah keyakinan yang diteguhkan dalam hati, diikrarkan dengan lisan, dan dibuktikan melalui tindakan-tindakan nyata. Menjadi seorang Mukmin berarti memilih jalan keselamatan, baik di dunia maupun akhirat kelak.

Nabi Muhammad SAW mengajarkan tentang rukun iman. Seseorang bertanya kepada beliau, “Beri tahukan kepadaku tentang iman.” Rasulullah SAW menjawab, “Iman adalah bahwa engkau beriman kepada Allah dan malaikat-Nya, segala kitab-Nya, dan Rasul-Nya, hari akhir, serta engkau percaya dengan qadar (ketentuan) baik maupun buruk.”

Baca Juga

Istiqamah

Setiap insan yang menyatakan diri beriman harus senantiasa meningkatkan ketakwaannya. Hal itu berarti, ia berkomitmen untuk menjalankan perintah-perintah Allah SWT sesuai dengan kemampuannya. Pada saat yang sama, ia pun menjauhi segala larangan-Nya.

Untuk itu, perlu sikap konsisten. Istiqamah pun menjadi kata kunci. Dengan terus berupaya menjaga dan memperbaiki kualitas ketakwaan, seorang Muslim sedang menuju puncak keimanan. Hingga ajal menjelang, insya Allah, dirinya akan menjalani kehidupan dengan curahan kasih dan sayang-Nya.

Amanah

Dalam sebuah hadis, Nabi SAW bersabda, “Tidak ada iman bagi orang yang tidak memiliki amanah pada dirinya.” Menurut Imam an-Nawawi dalam kitab Tanqihul Qaul al-Hatsits, maksud dari tidak adanya iman itu adalah tidak sempurnanya iman seseorang. Hal itu terjadi apabila yang bersangkutan tidak mampu menjaga diri dan hartanya, yang telah diamanahkan oleh Allah SWT.

Islam mengajarkan manusia agar selalu menjadi pribadi yang dapat dipercaya. Kalau seseorang berusaha lepas dari tanggung jawab yang dibebankan kepadanya, maka ia memiliki sifat khianat. “Sungguh, Allah menyuruhmu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya, dan apabila kamu menetapkan hukum di antara manusia, hendaknya kamu menetapkannya dengan adil” (QS an-Nisa: 58).

Mencintai Allah

Syekh Muhammad bin Umar an-Nawawi al-Bantani dalam Syarah Kasyifah as-Saja fii Syarhi menyatakan, ada lima tingkatan iman. Level-level itu berujung pada puncak, yakni beriman secara hakikat. Dalam bahasa tasawuf, seorang Mukmin dapat mencapai maqam tersebut bila ia “sirna” bersama Allah dan mencintai-Nya. Keadaan tersebut hanya bisa digapai oleh mereka yang memang dikehendaki-Nya.

Oleh karena itu, kaum Muslimin pada umumnya hendaknya menapaki level pertama hingga ketiga keimanan. Pertama, iman begitu saja. Kedua, beriman dengan ilmu. Terakhir, beriman dengan hatinya. Adapun fase keempat, yakni “melihat” Allah dengan mata hati dapat dirasakan para ahli makrifat.

 

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement