Jumat 19 Jul 2024 17:34 WIB

Prabowo Ingin Pertumbuhan Ekonomi 8 Persen, Indef: Perlu Upaya Luar Biasa

Indonesia memerlukan pertumbuhan ekonomi sebesar enam hingga tujuh persen.

Rep: Muhammad Nursyamsi/ Red: Gita Amanda
Indonesia memerlukan pertumbuhan ekonomi sebesar enam hingga tujuh persen. (ilustrasi)
Foto: pixabay
Indonesia memerlukan pertumbuhan ekonomi sebesar enam hingga tujuh persen. (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kepala Center of Industry, Trade, and Investment Institute for Development of Economic and Finance (Indef) Andry Satrio Nugroho mengatakan target pertumbuhan ekonomi delapan persen yang dicanangkan presiden terpilih Prabowo Subianto memerlukan upaya yang luar biasa berat. Andry menyampaikan Indonesia memang memerlukan pertumbuhan ekonomi sebesar enam hingga tujuh persen agar keluar dari perangkap pendapatan menengah. 

"Ada beberapa catatan kalau ingin mencapai target pertumbuhan ekonomi tersebut, karena kita tahu, pertumbuhan ekonomi Indonesia tidak bergerak dari rata-rata lima persen," ujar Andry saat dihubungi Republika di Jakarta, Jumat (19/7/2024).

 

Andry menyampaikan pemerintah perlu mengoptimalkan Produk Domestik Bruto (PDB) dari sektor lapangan usaha atau sektoral dan PDB dari sektor pengeluaran. Andry mengatakan terdapat industri manufaktur, perdagangan, pertanian, pertambangan, dan konstruksi bisa menjadi andalan untuk mengerek pertumbuhan ekonomi.

 

Andry menilai pemerintah perlu memastikan agar lima industri ini dapat meningkat bahkan di atas pertumbuhan ekonomi. Pasalnya, lima industri ini memiliki andil sebesar 65 persen terhadap PDB dari sektoral. "Kalau yang lima industri ini tumbuh di atas pertumbuhan ekonomi, kita akan mampu mencapai target (delapan persen) tersebut)," ucap Andry. 

 

Andry mengatakan tren pertumbuhan lima industri masih relatif rendah dan berada di bawah pertumbuhan ekonomi nasionalisme. Andry menjabarkan pemerintah harus memberikan dukungan penuh terhadap turunan dari industri manufaktur seperti industri makanan dan minuman, kimia farmasi, elektronik, otomotif, tekstil dan pakaian jadi, hingga industri logam dasar. 

 

"Menurut saya, industri-industri ini harus didorong. Kita tahu industri tekstil dan pakaian jadi saat ini sangat memprihatinkan," sambung Andry. 

 

Pun dengan industri makanan dan minuman yang memiliki porsi terbesar dalam kategori industri manufaktur nonmigas. Andry menyebut industri-industri strategis ini bisa membantu pertumbuhan ekonomi. "Program hilirisasi harus diakselerasi, insentif perlu jor-joran diberikan, jaga harga gas stabil di 6 dolar AS per MMBTU, dan memastikan pasokan bahan baku. Tanpa ada upaya luar biasa, saya kira akan sulit," lanjut Andry. 

 

Andry menambahkan pemerintah juga perlu meningkatkan kontribusi PDB dari sektor pengeluaran yang berasal dari konsumsi rumah tangga dan investasi. Andry menilai pemerintah harus menjaga daya beli masyarakat. "Jangan lupa investasi ini yang akan menggerakkan PDB sektor lapangan usaha. Tapi kita melihat ICOR belum cukup baik di Asia, kita masih inefisiensi dalam investasi. Ini perlu terus diperbaiki," kata Andry. 

 

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement