REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON – Departemen Luar Negeri AS menyatakan penolakan tegasnya atas kesepakatan pemerintahan bersatu yang dicapai faksi-faksi Palestina di Beijing pada Senin lalu. Mereka bersikeras menolak Hamas kembali berkuasa di Jalur Gaza.
Departemen Luar Negeri AS pada Selasa mengumumkan bahwa mereka akan meninjau kembali kesepakatan yang dimediasi Cina untuk memulihkan keretakan selama bertahun-tahun antara faksi-faksi Palestina dan membentuk pemerintahan persatuan nasional. Pernyataan tersebut menyuarakan penolakan terhadap peran kelompok perlawanan Palestina, Hamas.
“Kami belum meninjau teks deklarasi Beijing, tentu saja, kami akan melakukan hal itu. Kami telah menjelaskan selama berbulan-bulan bahwa Hamas adalah organisasi teroris, sesuatu yang telah kami jelaskan sebelum 7 Oktober,” kata juru bicara Kemenllu AS, Matthew Miller. pada konferensi pers, Selasa waktu AS.
AS tetap bersikeras pada sikap mereka yang menerapkan status “teroris” pada gerakan Hamas. Banyak negara sudah mencabut status itu dan mengakui Hamas sebagai bagian tak terpisahkan dari perjuangan Palestina.
“Ketika Anda melihat pemerintahan Gaza pascakonflik, seperti yang telah kami jelaskan, kami ingin melihat Otoritas Palestina mengatur Gaza yang bersatu dengan Tepi Barat. Namun tidak, kami tidak mendukung peran Hamas. " kata Miller.
Dia mengatakan AS mendorong Cina untuk menggunakan pengaruhnya terhadap negara-negara di kawasan untuk mencegah eskalasi konflik – merujuk pada Teheran.
“Jadi, misalnya, Iran, yang terus mendanai dan mendukung proksi yang melancarkan serangan terhadap Israel, atau dalam kasus Houthi, (yang) melancarkan serangan terhadap pelayaran komersial,” kata Miller. Ia mendesak Beijing untuk menggunakan pengaruhnya untuk mengakhiri serangan tersebut. “Dan kami akan terus melakukan itu.”
“Deklarasi Beijing” ditandatangani oleh 14 faksi Palestina yang mengambil bagian dalam negosiasi yang diselenggarakan oleh Menteri Luar Negeri Cina Wang Yi. “Hari ini, kami menandatangani perjanjian, dan kami mengatakan bahwa jalan untuk menyelesaikan perjalanan ini adalah persatuan nasional. Kami berkomitmen terhadap persatuan nasional, dan kami menyerukannya,” kata teroris senior Hamas Musa Abu Marzouk.
Fatah, yang berbasis di Ramallah, dan Hamas telah terpecah sejak 2007 setelah Hamas memenangkan pemilu Palestina pada 2006. Negara-negara Barat dan Israel menolak hasil pemilu demokratis itu dan memanas-manasi Fatah melakukan perlawanan.
Menteri Luar Negeri rezim Israel Israel Katz juga mengecam partai Fatah pimpinan Presiden Otoritas Palestina Mahmoud Abbas karena menandatangani deklarasi “persatuan nasional” dengan Hamas.
Menurut Times of Israel, diplomat tertinggi rezim pendudukan mengatakan “Pada kenyataannya, hal ini tidak akan terjadi karena pemerintahan Hamas akan dihancurkan, dan Abbas akan mengawasi Gaza dari jauh,” tulisnya dalam sebuah postingan di media sosial. “Keamanan Israel akan tetap berada di tangan Israel.”
Apa Kepentingan Cina Damaikan Palestina? baca halaman selanjutnya