REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Putusan majelis hakim Pengadilan Negeri Surabaya yang memvonis bebas terdakwa Gregorius Ronald Tannur menuai kontroversi. Wakil Ketua Komisi III DPR RI Ahmad Sahroni menduga ada modus hanky panky di balik putusan majelis hakim Pengadilan Negeri Surabaya tersebut.
"Diduga ada hanky panky apa yang diputuskan oleh hakim. Diduga ada hanky panky," kata Sahroni saat memimpin rapat audiensi Komisi III DPR bersama keluarga korban penganiayaan Dini Sera Afrianti di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin.
Dugaan tersebut berdasarkan pernyataan majelis hakim bahwa korban, almarhum Dini Sera Afrianti, meninggal dunia bukan karena penganiayaan yang dilakukan Ronald Tannur, melainkan karena alkohol. "Aneh kalau perlakuan yang dilakukan oleh terdakwa, terus hakim bilang 'Oh ini meninggal karena alkohol'," ucapnya.
Sahroni lantas berkata, "Tiga hakim yang memutuskan vonis bebas, mereka sakit semua."
Dia juga mengaku heran atas alasan hakim tersebut yang pada akhirnya memutuskan vonis bebas kepada Ronald Tannur.
"Saya juga punya teman, pemabuk semua, tetapi enggak ada yang pernah meninggal, paling pingsan dia. Kan aneh kalau hakim menyatakan cuma gara-gara penyebab sah yang bersangkutan meninggal gara-gara alkohol," tuturnya.
Untuk itu, Sahroni menilai vonis bebas majelis hakim PN Surabaya kepada Ronald Tannur menjadi preseden buruk bagi lembaga peradilan Tanah Air.
"Preseden buruk yang terjadi di republik ini, di PN Surabaya," ucapnya.