REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) bidang Dakwah dan Ukhuwah, KH Cholil Nafis angkat bicara terkait Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2024 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan yang menetapkan dalam Pasal 102 penghapusan praktik sunat perempuan.
Menurut Kiai Cholil, penghapusan praktik tersebut bertentangan dengan syariat Islam. "PP 28 tahun 2024 tengan Kesehatan pada pasal 102 a yang menghapus praktik sunat perempuan bertentangan dengan syariat," ujar Kiai Cholil kepada Republika, Kamis (1/8/2024)
Pengasuh Pondok Pesantren Cendikia Amanah Depok ini mengatakan, Islam justru menganjurkan agar kaum perempuan itu melakukan khitan. Sehingga, menurut dia, pemerintah tidak boleh melarang praktik ini. "Islam menganjurkan (makramah) khitan perempuan. Karenanya bertentangan kalau PP 28 itu melarang khitan perempuan. Khitan perempuan tidak wajib tapi tidak boleh dilarang," kata Kiai Cholil.
Dia pun menunjukkan kepada Republika fatwa MUI soal praktik sunat perempuan ini. Fatwa tersebut telah ditetapkan Komisi Fatwa MUI di Jakarta pada 1 Jumadil Awal 1429 H atau bertepatan dengan 1 Mei 2008 M.
Dalam fatwa itu, Komisi Fatwa MUI menetapkan status hukum praktik ini bahwa khitan, baik bagi laki-laki maupun perempuan, termasuk fitrah (aturan) dan syiar Islam. "Khitan terhadap perempuan adalah makrumah. pelaksanaannya sebagai salah satu bentuk ibadah yang dianjurkan," dikutip dari fatwa itu.
Dalam fatwa ini juga secara tegas menjelaskan hukum pelarangan khitan terhadap perempuan. Disebutkan bahwa pelarangan khitan terhadap perempuan adalah bertentangan dengan ketentuan syariah karena khitan, baik bagi laki-laki maupun perempuan, termasuk fitrah (aturan) dan syiar Islam.
Cara khitan perempuan..