REPUBLIKA.CO.ID, Nafkah secara bahasa berasal dari bahasa Arab, yaitu anfaqa, yunfiqu, infaqan, nafaqatan. Artinya mengeluarkan, infak berarti almashruf wa al-infaq, biaya belanja, pengeluaran uang, dan biaya hidup. Nafkah kemudian digunakan untuk merujuk kepada sesuatu yang diberikan kepada orang yang menjadi tanggungannya.
Ustazah Maharati Marfuah dalam buku Hukum Fiqih Seputar Nafkah menjelaskan ragam nafkah. Nafkah ada yang ditujukan untuk diri sendiri dan orang lain.
Nafkah kepada orang lain bisa dikembangkan menjadi tiga, yakni kepada istri, kerabat, dan benda milik. Penjabarannya sebagai berikut. Pertama adalah nafkah untuk diri sendiri. Memberi nafkah diri sendiri termasuk yang paling utama. Sebelum memberi nafkah kepada orang lain, hendaknya seorang memberikan nafkah dahulu kepada dirinya.
Kedua adalah nafkah untuk orang lain. Dalam hal ini, istri terlebih dahu lu. Para ulama menyebutkan alasan memberi nafkah kepada orang lain menjadi wajib karena tiga hal, yakni zaujiyyah (pernikahan), qarabah (kerabat), dan milkiyyah (kepemilikan).
Nafkah karena ikatan pernikahan ini adalah pemberian nafkah karena ikatan pernikahan yang sah. Bukan saja terjadi karena pernikahan yang masih utuh, tetapi juga pernikahan yang telah putus atau cerai dalam keadaan talak raj'i dan talak ba'in hamil.
Ulama bersepakat, kewajiban suami memberikan nafkah kepada istrinya berdasarkan ayat Alquran yang artinya sebagai berikut, Hendaklah orang yang mampu memberi nafkah (kepada istri) menurut kemampuannya.
Orang yang disempitkan rezekinya hendaklah memberi nafkah dari harta yang diberikan Allah kepadanya. Allah tidak memikulkan beban kepada seseorang melainkan sekadar apa yang Allah berikan kepadanya (QS at-Thalaq: 7).