REPUBLIKA.CO.ID, TEHERAN -- Korps Garda Revolusi Iran (IRGC) mengungkapkan bahwa pemimpin Hamas, Ismail Haniyeh dibunuh lewat sebuah 'proyektil jarak pendek' yang ditembakkan dari luar tempat ia tinggal di Teheran. Sebelumnya, the New York Times (NYT) lewat laporannya pada Kamis (1/8/2024), mengeklaim, bahwa, Ismail Haniyeh gugur akibat ledakan bom yang diselundupkan dua bulan sebelumnya ke dalam gedung tempat dia menginap.
Dalam sebuah pernyataan yang dirilis pada sabtu (3/8/2024), IRGC dikutip Al Jazeera menyatakan, bahwa berdasarkan investigas yang dilaksanakan sejauh ini, serangan terhadap Haniyeh, "dilaksanakan lewat tembakan proyektil jarak dekat yang membawa sekitar 7 kg material peledak yang ditembakkan dari luar kediaman (Haniyeh)."
IRGC menegaskan, Israel akan "menerima hukuman berat" atas pembunuhan Haniyeh, yang dalam pernyataan IRGC itu, menyebutkan bahwa "didukung oleh pemerintah kriminal' Amerika Serikat (AS). Israel hingga kini tidak mengonfirmasi atau menyangkal terlibat dalam pembunuhan Haniyeh, sementara AS menyatakan tidak mengetahui atau terlibat dalam "pembunuhan Haniyeh yang mengancam Timur Tengah terjun dalam konflik yang lebih jauh di tengah perang tak berkesudahan di Jalur Gaza."
Ismail Haniyeh dan pengawalnya terbunuh di sebuah griya tamu di Teheran pada Rabu (31/8/2024) lalu. Haniyeh berkunjung ke ibu kota Iran untuk menghadiri pelantikan presiden terpilih Masoud Pezeshkian.
Menurut analis keamanan, H. A. Hellyer, narasi yang diadopsi Iran dalam menggambarkan metode pembunuhan Haniyeh akan menentukan eskalasi respons terhadap Israel. Menurut Hellyer, saat ini ada dua narasi yang berkembang terkait pembunuhan Haniyeh.
"Belum jelas bagaimana dia (Haniyeh) dibunuh dan kesimpulan apapun terkait pembunuhan itu akan memunculkan percabangan serius terkait eskalasi yang akan muncul selanjutnya dan narasi yang akan dibangun," kata Hellyer.
Mengutip sumber anonim, termasuk sumber dari Timur tengah dan Iran, sejumlah media Barat sebelumnya mengklaim bahwa, Haniyeh dibunuh lewat ledakan bom yang diselundupkan ke tempat Haniyeh tinggal di Teheran beberapa bulan sebelumnya.
Menurut Resul Sardar, analis lain, meski terjadi perang narasi soal bagaimana cara Haniyeh dibunuh, versi apapun merepresentasikan kegagalan sistem keamanan Iran. "Cukup jelas bahwa Iran telah kalah dalam konteks perang elektronik dan dalam hal sinyal dan sistem komunikasi yang terintersep," kata Sardar.
Asisten Profesor di Doha Institute, Ibrahim Fraihat, memprediksi, respons Iran kali ini akan berbeda dengan saat mereka merespons pemboman kantor kedutaan mereka di Damaskus Suriah. Berbeda dengan April lalu, rencana serangan Iran ke Israel saat ini tanpa koordinasi dengan negara lain, termasuk AS.
"Pembunuhan Ismail Haniyeh melanggar kedaulatan Iran," kata Fraihat.