Selasa 06 Aug 2024 15:54 WIB

Pemerintah Fasilitasi Kondom, Muhammadiyah: Pintu Masuk Pelegalan Seks Bebas Remaja

Pemerintah keluarkan PP penyediaan kondom bagi siswa dan remaja.

Menggunakan kondom (ilustrasi)
Foto: www.freepik.com
Menggunakan kondom (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA —  Ketua Pimpinan Wilayah Muhammadiyah (PWM) Sumatera Barat, Bakhtiar, mengatakan, penyediaan kontrasepsi (kondom) bagi siswa dan remaja adalah legalisasi seks di luar nikah.  Pemerintah diminta mencabut peraturan ini, karena membahayakan generasi remaja.

Hal ini disampaikan Bakhtiar merespon keputusan pemerintah terkait dengan PP No. 28 tahun 2024 terkait dengan penyediaan alat kontrasepsi bagi siswa dan remaja.  Pemerintah baru-baru ini mengeluarkan PP Nomor 28 Tahun 2024 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang No. 17 Tahun 2023 tentang kesehatan.  

Pasal 103 ayat 1 dan 4 mengatur tentang penyediaan alat kontrasepsi bagi anak usia sekolah dan remaja. Peraturan ini perlu ditinjau ulang dan dipertimbangkan kembali untuk direvisi kalau tidak akan dibatalkan.“Peraturan ini berpotensi besar membahayakan masa depan anak bangsa,” kata Bakhtiar, Selasa (6/8/2024).  

Dijelaskannya, aturan ini tidak sejalan dengan norma-norma agama, susila dan budaya ketimuran yang dianut di Indonesia. Edukasi kesehatan reproduksi semestinya diletakan di atas dasar nilai-nilai Pancasila dan universal agama yang menjauhkan siswa dan remaja dari perilaku seks bebas. 

Kedua, lanjut Bakhtiar, kebijakan ini dapat menjadi pintu masuk bagi pelegalan terhadap aktivitas seks bebas atau seks di luar nikah bagi siswa dan remaja. “Tentu, siswa dan remaja akan menganggap seksualitas dapat diatasi dengan mekanisme teknis lantaran adanya akses langsung ke alat kontrasepsi dengan tidak memperhatikan aspek agama, sosial, emosional dan sejenisnya,” paparnya.

Seiring dengan itu, menurut Bakhtiar, aturan ini berpotensi pula untuk membawa pada pemikiran bahwa hubungan seks di luar nikah dapat diterima asalkan menggunakan alat kontrasepsi tanpa mempertimbangkan resiko dan konsekuensi jangka panjang dari perilaku seksual prematur.  

Sehubungan dengan hal itu, kata Bakhtiar, pemerintah semestinya mempertimbangkan dampak jangka panjang dari kebijakan ini dan memastikan keputusan yang diambil benar-benar bertujuan untuk kesejahteraan dan kemaslahatan bangsa dan negara terutama bagi generasi bangsa ke depannya. 

“Oleh  sebab itu, kita meminta pada pemerintah untuk merivisi kembali jika tidak akan membatalkan peraturan dimaksud yang sejalan dengan norma-norma agama, susila dan budaya yang mayoritas dianut oleh bangsa ini,” papar Bakhtiar.

Bakhtiar meminta DPR melakukan tekanan terhadap pemerintah untuk menyuarakan hal ini. Jika peraturan ini dibiarkan berlaku akan membahayakan masa depan anak bangsa ke depannya.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement