REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Budi Purnomo Hadisurjo masih mengingat dengan jelas alasan di balik berdirinya Sate House Senayan pada 1974, yang sekarang bernama Sate Khas Senayan. Dia mengaku, saat itu, ingin memanfaatkan lahan kosong di belakang Senayan yang sekarang masuk Jalan Pakubuwono, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan.
Tanpa pikir panjang, ia mengeksekusi rencana yang sudah ada di pikirannya tersebut. Budi yang tidak memiliki latar belakang pengusaha, menjatuhkan pilihan untuk membuka semacam restoran yang mengandalkan menu satai.
"Jadi waktu itu memang di Kebayoran Baru itu masih sepi, dan belum ada restoran yang respresentatif, umumnya hanya warung-warung. Itu kita pikir kita buat satu restoran, utamanya kita khususkan ke arah satai," kata Budi saat talk show di sela Pameran Gemah Ripah dalam rangkaian peringatan 50 Tahun Sarirasa Group di Jakarta Pusat, Jumat (9/8/2024).
Waktu itu, Budi mengaku, tidak memiliki target sama sekali. Dia hanya ingin membuka restoran dengan tempat yang lebih layak daripada warung kebanyakan. Adapun pilihan jatuh ke satai lantaran makanan khas Madura tersebut kala itu sangat populer di kalangan warga Jakarta.
"Kalau saya bikin satai enak, saya namakan Sate Khas Senayan, tujuan saya membuat satai yang enak, saat orang lain belum ada. Kalau kita buat sesuatu, mesti punya kelebihan, di mana belum ada dikembangkan orang lain, waktu itu ya satai," ucap Budi.
Dia mendapati, jajanan satai ketika itu paling banyak dijual dengan cara dipukul secara keliling. Budi pun akhirnya terpikir ide untuk membuka restoran satai dengan konsep yang beda dari lainnya.
"Zaman itu orang sukanya ayam kampung. Kalau ayam broiler, saat itu orang belum terima, ada bau yang tak bisa dinikmati. Waktu itu kita coba bikin broiler, pasti empuk. Tapi secara umum orang tak suka sama sekali. Gimana kita pikir-pikir paling cocok satai yang dari Ponorogo," ungkap Budi.
Dia pun akhirnya mendapat bumbu racikan yang pas untuk digunakan satai ayam broiler. Ternyata benar, setelah bumbu dibentuk sedemikian rupa, bau ayam broiler untuk dijadikan satai menjadi hilang.
"Dari situ orang merasakan, ayam broiler yang orang tak merasakan bau (lagi) dan amisnya hilang, dan orang merasa makan satai kok empuk, enak banget. Dari situ laku banget Sate House Senayan itu," ujar Budi.
Ibu Budi pun menimpali jika resep satai ayam broiler didapat dari orang Ponorogo. "Dari Ponorogo, Pak Bagong," ucapnya menimpali sang suami.
CEO Sarirasa Group, Benny Hadisurjo menambahkan, waktu balik ke Indonesia pada 1989 usai menuntaskan kuliah di luar negeri, ia mendapati makanan Indonesia merupakan makanan kelas dua. Saat itu, ia mendapati makanan Barat seolah menjadi makanan kelas satu di masyarakat.
Karena itu, ia memiliki misi membawa kuliner harus naik kelas agar makanan Indonesia bisa menjadi nomor satu bagi rakyat Indonesia. "Sekarang situasinya sudah berubah. Di mal, di hotel, dan coffee shop, makanan Indonesia sekarang pasti sudah nomor satu, sudah naik," ucap Benny.