REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Para tokoh umat dan nasional menentang kebijakan Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) yang kontroversial dan dianggap melanggar hak beragama. Mereka menuntut kinerja BPIP dievaluasi dan Kepala BPIP dipecat.
Sebelumnya, Kepala BPIP Prof Yudian Wahyudi mengeluarkan Keputusan Kepala BPIP Nomor 35 Tahun 2024 tentang Standar Pakaian, Atribut, dan Sikap Tampang Paskibraka. Namun, keputusan Kepala BPIP tersebut telah menghilangkan aturan yang membolehkan Paskibraka memakai jilbab atau hijab.
Merespon aturan BPIP yang melarang Paskibraka memakai jilbab, tokoh umat dan nasional menyeru untuk mengevaluasi kinerja BPIP dan memecat Kepala BPIP.
Pada Kamis (15/8/2024), perwakilan 55 organisasi masyarakat (ormas) Islam bertemu di Kantor Majelis Ulama Indonesia (MUI) Pusat untuk membicarakan polemik larangan penggunaan jilbab bagi Paskibraka oleh BPIP. Semua ormas Islam yang hadir sepakat meminta presiden untuk memberhentikan Yudian Wahyudi sebagai Kepala BPIP.
"Kita meminta presiden untuk mengevaluasi kinerja BPIP, minta (presiden) segera dicabut mandatnya kepada kepala BPIP, diberhentikan dan diganti," kata Ketua MUI Bidang Dakwah dan Ukhuwah, KH Muhammad Cholil Nafis kepada Republika di Kantor MUI Pusat, Kamis (15/8/2024)
Kiai Cholil mengatakan, ormas-ormas Islam meminta dan mendesak kepada presiden agar kinerja para pejabat BPIP dievaluasi. Kepala BPIP dan pejabat BPIP yang terlibat dalam penyalahgunaan aturan soal pemakaian hijab oleh Paskibraka dievaluasi.
Menurutnya, apa yang dilakukan Kepala BPIP adalah kesalahan fatal. Bagaimana bisa keputusan kepala BPIP bertentangan dengan peraturan BPIP sendiri dan tentu pasti bertentangan dengan peraturan presiden (perpres).
Wakil Ketua Majelis Hukum dan Hak Asasi Manusia (HAM) Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Maneger Nasution mengatakan, pelarangan menggunakan jilbab bagi Paskibraka itu merupakan tindakan diskriminatif yang bertentangan dengan Pancasila, kebebasan beragama, dan hak asasi manusia (HAM) universal.
Maneger menerangkan, pelarangan itu, menurut BPIP, dilakukan sesuai peraturan BPIP dan sudah ada perjanjian di atas materai 10 ribu saat mendaftar. Argumen ini tentu cacat nalar kemanusiaan universal.
"Pertama, cacat nalar relasi kuasa. Adik-adik pendaftar Paskibraka saat disodori pernyataan semacam itu pastilah dalam situasi terpaksa, ini terjadi relasi kuasa yang tidak berimbang," ujar Maneger.
Manager menambahkan, kedua cacat nalar kemanusiaan universal. Maka Komnas HAM perlu menunaikan otoritasnya untuk memastikan akan dugaan terjadinya pelanggaran HAM oleh BPIP dalam kasus tersebut.
Ketua Umum Pengurus Besar Al Washliyah, KH Masyhuril Khamis menilai bahwa BPIP mengkerdilkan nilai Pancasila.
"Kita protes, ini upaya mengkerdilkan nilai Pancasila, khususnya sila pertama, Ketuhanan Yang Maha Esa," kata Kiai Masyhuril kepada Republika, Kamis (15/8/2024).
Ketua Sekolah Tinggi Agama Islam (STAI) Yapata Al Jawami Bandung, Prof Deding Ishak mengatakan bahwa Kepala BPIP telah melanggar aturan BPIP sendiri. Peraturan BPIP yang membolehkan Paskibraka mengenakan jilbab tersebut disunat oleh Keputusan Kepala BPIP Nomor 35 Tahun 2024 tentang Standar Pakaian, Atribut, dan Sikap Tampang Paskibraka.
"Bahwa pada poin empat (dari total enam poin) ditegaskan pakaian ciput bagi (Paskibraka) yang berjilbab dihilangkan sehingga poin kelengkapan dan atribut Paskibraka hanya lima poin," ujar Ketua Komisi Hukum dan Hak Asasi Manusia (HAM) MUI ini.
Ketua Umum Jalinan Alumni Timur Tengah Indonesia (JATTI), KH Bachtiar Nasir mengecam sikap BPIP yang melarang penggunaan hijab bagi anggota putri Paskibraka Nasional 2024, karena bertentangan dengan nilai-nilai Pancasila dan UUD 1945.
JATTI menyerukan kepada pemerintah untuk segera mengevaluasi peran BPIP dalam menjaga dan mengimplementasikan nilai-nilai Pancasila agar tidak menyimpang dari tujuan pendiriannya.
"JATTI menuntut pembubaran BPIP atau setidaknya restrukturisasi yang menyeluruh agar lembaga ini tidak lagi melenceng dari tugas dan fungsinya sebagai penjaga nilai-nilai Pancasila, dan mengingat seringnya lembaga ini menimbulkan kontroversi dan kegaduhan yang dapat merusak persatuan bangsa," ujar Kiai Bachtiar.
Ketua Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), KH Fahrur Rozi atau yang akrab dipanggil Gus Fahrur mengatakan, aturan Paskibraka seharusnya disesuaikan dengan agama dan keyakinan masyarakat Indonesia.
"Kita berharap aturan Paskibraka dapat disesuaikan dengan agama dan keyakinan masyarakat," ujar Gus Fahrur.
Sekretaris Umum (Sekum) Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Prof Abdul Mu'ti mengimbau BPIP sebagai koordinator penyelenggaraan program Paskibraka Nasional mencabut aturan yang diskriminatif terhadap Muslimah berjilbab itu. Guru besar UIN Syarif Hidayatullah itu mengingatkan, setiap warga negara RI dijamin untuk menjalankan keyakinan agamanya masing-masing, sesuai dengan amanat UUD 1945.
"Kalau larangan pakai jilbab bagi Paskibraka Nasional itu benar-benar terjadi, itu sungguh sangat bertentangan dengan Pancasila dan kebebasan beragama. Model-model pemaksaan seperti itu tidak seharusnya terjadi," kata Prof Mu'ti saat dihubungi Republika, Rabu (14/8/2024).
Komisioner Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) RI, Putu Elvina menyayangkan adanya larangan penggunaan jilbab bagi Paskibraka oleh BPIP.
"Secara umum sangat disayangkan tindakan yang bertentangan dengan hak untuk menjalankan ibadah yang dialami oleh anggota Paskibraka tersebut," kata Putu kepada Republika, Kamis (15/8/2024).
Perwakilan ormas-ormas Islam sepakat bahwa kepala BPIP dan yang terlibat di dalamnya, yang bertanggung jawab dalam pembuatan aturan larangan jilbab bagi Paskibraka, diberhentikan dan diganti dengan orang yang mengerti Pancasila dan mengerti konstitusi.