Sabtu 06 May 2023 21:00 WIB

Mengulik Tentang Apa Itu Blockchain Scalability, Permasalahan, dan Solusi untuk Atasinya

Blockchain scalability mengacu pada pengembangan kapasitas agar mampu menangani transaksi lebih banyak. Berikut penjelasannya.

Rep: cermati.com/ Red: cermati.com
Cermati
Foto: Cermati
Cermati

Banyak orang memahami jika blockchain merupakan teknologi yang memiliki peran krusial terhadap pertumbuhan dari industri crypto hingga menjadi raksasa seperti sekarang ini. Berkat teknologi tersebut, industri crypto telah dilengkapi dengan beragam fitur dan fasilitas, seperti audit data, otonom, desentralisasi, transparansi, sampai tokenisasi aset. 

Akan tetapi, hingga saat ini, teknologi blockchain masih terganjal sejumlah masalah, khususnya terkait dengan kemampuan skalabilitasnya. Ya, blockchain scalability atau skalabilitas blockchain telah sejak lama menjadi masalah yang ingin diatasi oleh para pegiat aset digital tersebut. Tapi, solusi yang terbaik untuk mengatasi masalah tersebut masih tak kunjung ditemukan. 

Lalu, apa sih yang sebenarnya dimaksud dengan blockchain scalability ini dan permasalahannya secara umum? Juga, apa hubungannya dengan blockchain trilemma, serta apa saja alternatif solusi untuk mengatasi masalah blockchain scalability? Nah, untuk memahaminya lebih lanjut, berikut telah terangkum penjelasan tentang apa itu blockchain scalability dan beragam hal penting seputarnya.

Baca Juga: Menjadi Dasar dari Teknologi Crypto, Lebih Dekat dengan Apa Itu Blockchain dan Cara Kerjanya

Tentang Blockchain Scalability dan Permasalahannya

Blockchain Scalability

Blockchain Scalability

Pada dasarnya, skalabilitas merujuk pada kemampuan sistem komputer untuk mengatur database dan berkembang dalam mencukupi permintaan yang kian bertambah. Pada jaringan komputasi, kamu mungkin akan meningkatkan kemampuan mesin atau perangkat agar mampu lebih cepat menyelesaikan proses komputasi yang masuk. 

Nah, jika memasuki ranah crypto atau blockchain, skalabilitas atau blockchain scalability mengacu pada pengembangan kapasitas agar mampu menangani transaksi lebih banyak. Sebagai contoh, Bitcoin dikenal sebagai jaringan blockchain yang mempunyai banyak keunggulan. Namun, sayangnya, jaringan tersebut memiliki masalah skalabilitas yang tak kunjung ditemukan solusinya. 

Apabila Bitcoin dijalankan pada suatu database yang sifatnya terpusat, maka administrator akan lebih mudah dalam meningkatkan kecepatan hasilnya. Tapi, proposisi nilai dari token Bitcoin, misalnya tahan sensor, mengharuskan banyak kontributor atau partisipan dalam menyesuaikan salinan blockchain. 

Jaringan blockchain memang dikenal memiliki tingkat skalabilitas rendah. Padahal, seiring waktu, jumlah data dan informasi yang terdapat di dalamnya terus meningkat dengan cukup signifikan. Hanya saja, masalah keterbatasan skalabilitas tersebut masih belum memiliki solusi dan berpengaruh terhadap beban kerja, sumber daya, hingga datanya. 

Sejatinya istilah skalabilitas mempunyai implikasi cukup besar dalam teknologi blockchain. Bahkan, dalam suatu jurnal yang membahas terkait skalabilitas blockchain dijelaskan jika setiap pengembangan Bitcoin yang berkaitan dengan throughput, latensi, waktu bootstrap, sampai biaya transaksi termasuk sebagai penskalaan. Selain itu, pada sistem blockchain lanjutan juga bisa disebut sebagai penskalaan. 

Lebih lanjut, istilah penskalaan pada jaringan blockchain memiliki pengertian yang cukup luas dan komparatif. Apabila sistem blockchain tergolong bisa diskalakan, artinya sistem ini telah mencapai TPS atau transaction per second yang jauh lebih tinggi dibandingkan dengan jaringan atau sistem blockchain yang lainnya.

Mengenal Blockchain Trilemma

Vitalik Buterin selaku pencipta jaringan Ethereum merumuskan tentang blockchain trilemma sebagai penjelasan tentang tantangan yang tengah dihadapi oleh jaringan blockchain. Pada blockchain trilemma ini dijelaskan 3 komponen utama terkait permasalahan yang terdapat pada jaringan blockchain. 

Permasalahan tersebut mencakup keamanan, desentralisasi, dan skalabilitas. Menurut Buterin, suatu protokol wajib memilih salah satu antara skalabilitas, desentralisasi, atau keamanan yang menjadi keunggulan utamanya. Sebab, akan timbul situasi yang sulit apabila protokol blockchain berfokus pada 2 properti sekaligus, di mana aspek yang ketiga pasti menjadi sangat lemah. 

Melalui alasan tersebut, banyak yang beranggapan jika skalabilitas wajib dicapai melalui metode off chain. Sedangkan untuk aspek desentralisasi dan keamanan perlu dimaksimalkan oleh sistem atau jaringan blockchain itu sendiri.

Baca Juga: Mengenal Arti Ledger pada Sistem Blockchain, Apa Jenis dan Manfaatnya?

Sistem Layer untuk Atasi Blockchain Trilemma

Salah satu cara untuk mengatasi masalah blockchain trilemma adalah dengan membuat layer atau lapisan. Umumnya, pengembang jaringan ini akan membuat layer dengan sejumlah jenis, antara lain:

Layer

Penjelasan

1

Bisa disebut juga sebagai lapisan implementasi, layer 1 mengacu pada arsitektur blockchain. Pada lapisan ini ditempatkan aset crypto dan menjalankan sejumlah aktivitas, misalnya fungsionalitas sampai mekanisme konsensus. Contoh blockchain yang berada pada lapisan 1 ini, di antaranya Bitcoin, Ethereum, dan Solana. 

Sebagai lapisan dasar, layer 1 dinilai tak sempurna karena umumnya memiliki blockchain trilemma. Contohnya, sebuah blockchain unggul pada hal keamanan dan desentralisasi. Namun, untuk aspek skalabilitas, blockchain tersebut dikatakan sangat kacau dan tak mampu memenuhinya dengan baik. 

Hal tersebut terjadi karena umumnya jaringan blockchain berfokus untuk meningkatkan aspek keamanan dan desentralisasinya. Sehingga, aspek skalabilitasnya tidak bisa ikut ditingkatkan dengan setara. 

Permasalahan skalabilitas pada blockchain layer 1 bukan hal yang asing terjadi. Karenanya, untuk mengatasi masalah yang muncul pada lapisan 1, blockchain akan menciptakan jaringan lagi pada lapisan 2. 

2

Lanjut ke layer 2, lapisan ini adalah solusi lapis 2 yang berlokasi pada off chain atau luar blockchain utama. Layer 2 berjalan sebagai suatu protokol yang terdapat di atas layer 1 dan berguna untuk mengatasi masalah skalabilitas. 

Sederhananya, layer 1 memberi kendali penuh terhadap skalabilitasnya pada lapisan 2 sehingga masalah tersebut bisa diatasi. Lapisan 2 tak semata berfokus pada skalabilitas, tapi juga mampu mengatasi interoperabilitas serta menambah sejumlah fitur lain pada blockchain utama. 

3

Lapisan 3 ini berguna agar aplikasi terdesentralisasi atau decentralized apps alias DApps dapat berjalan pada jaringan blockchain utama. Layer 3 ini juga meliputi sejumlah aplikasi serta platform lain di atas blockchain. Contoh dari jaringan layer 3 ini antara lain, Axie Infinity dan Uniswap

0

Terakhir ada Layer 0 yang dibangun guna mengatasi masalah blockchain trilemma. Lapisan ini berfokus pada aspek interoperabilitasnya dan kemampuan blockchain di sejumlah informasi antara yang satu dengan yang lainnya. Untuk saat ini, lapisan 0 ini baru diterapkan pada blockchain Polkadot saja. 

Solusi Off-Chain Scalability

Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, agar bisa mencapai skalabilitas yang mumpuni, blockchain perlu menggunakan metode off chain alias layer 2. Secara sederhana, perluasan dengan metode off chain ini dilakukan dengan pendekatan yang memungkinkan terjadinya transaksi melalui eksekusi atau proses tanpa menggembungkan jaringan blockchain. 

Protokol yang terkoneksi melalui chain memungkinkan pihak pengguna untuk mengirimkan maupun menerima dana. Tapi, transaksi tersebut tidak akan muncul pada chain utama. Dalam pengembangan skalabilitas off chain, terdapat 2 hal yang penting untuk dipahami, yaitu sidechain serta saluran pembayaran.

Sidechain

Saluran Pembayaran

Merupakan blockchain terpisah, sidechain adalah jaringan yang ditautkan pada chain utama dengan cara khusus. Dengan chain utama, sidechain bisa dioperasikan menggunakan sistem yang sama, dan asetnya bisa bebas mengalir antar kedua jenis jaringan tersebut. 

Terdapat sejumlah cara yang bisa dilakukan untuk menjamin jika data atau dana telah dikirimkan dari on chain ke sidechain ini. Salah satunya adalah dengan menyetorkan dana pada alamat khusus dan menguncinya untuk kemudian nominal yang sama diterbitkan pada sidechain. Cara lainnya yang lebih praktis adalah menggunakan opsi tersentralisasi, di mana dana dikirim ke kustodian, dan menukarkan setorannya dengan dana pada sidechain. 

Ada beragam keunggulan dari penggunaan metode sidechain ini pada blockchain. Contohnya adalah kecepatan memproses transaksi pada jaringan ini jauh lebih cepat dibanding Bitcoin. Selain itu, sidechain juga tak terikat aturan, bahkan tak perlu menerapkan mekanisme konsensus proof of work agar bisa berfungsi sehingga lebih praktis dan mampu menyelesaikan transaksi dengan lebih murah, cepat, dan efektif. 

Selayaknya dengan sidechain, saluran pembayaran juga memiliki tujuan sama yakni mengatasi masalah skalabilitas blockchain. Namun, secara fundamental, keduanya memiliki perbedaan yang cukup signifikan. Berbeda dengan sidechain, saluran pembayaran tak memerlukan blockchain terpisah agar bisa berfungsi. 

Melainkan, saluran pembayaran memanfaatkan smart contract agar memungkinkan pengguna saling bertransaksi tanpa menciptakan block transaksinya pada blockchain. Hal tersebut dilakukan melalui penerapan kontrak yang didukung software antar 2 peserta yang berkaitan. 

Sadari Jika Ekosistem Blockchain Masih Memiliki Kekurangan yang Harus Diantisipasi

Pada dasarnya, blockchain scalability adalah salah satu masalah yang sampai saat ini masih berusaha diatasi oleh pegiat teknologi tersebut. Melalui informasi di atas, kamu tentu mampu mengenal lebih jauh tentang cara kerja ekosistem blockchain, termasuk masalah dan solusi untuk mengatasinya. Jadi, tetap pahami jika ekosistem blockchain ini masih mempunyai kekurangan yang perlu diantisipasi oleh para pelakunya dengan tepat agar penggunaannya menjadi lebih optimal ke depannya. 

Baca Juga: Ubah Objek Digital Jadi Crypto, Yuk Kenali Apa Itu Minting, Cara Kerja, Hingga Risikonya

 

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Disclaimer: Berita ini merupakan kerja sama Republika.co.id dengan Cermati.com. Hal yang terkait dengan tulisan, foto, grafis, video, dan keseluruhan isi berita menjadi tanggung jawab Cermati.com.
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement