REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA --Sejumlah ilmuwan muslim dalam bidang pendidikan yang terbilang sukses. Bahkan mereka mampu memengaruhi dunia. Di antaranya:
Al-Qabisi
Nama lengkapnya adalah Abu Hasan Ali bin Muhammad Khalaf al-Ma'rifi al-Qabisi. Ia lahir di Kairawan, Tunisia, pada Rajab 224 H, bertepatan dengan 13 Mei 936 M. Ia pernah merantau ke beberapa negara Timur Tengah pada tahun 553 H/963 M selama lima tahun, kemudian kembali ke negeri asalnya dan meninggal dunia pada 3 Rabi'ul Awal 403 H.
Dia ahli dalam bidang hadis dan fikih, juga dikenal ahli dalam pendidikan. Hal ini dapat diketahui melalui beberapa pemikiranya, seperti pendidikan anakanak. Dalam hal ini al-Qabisi memiiki perha tian yang besar yang berlangsung di kutab-kutab.
Menurut dia, mendidik anak-anak merupakan upaya yang amat strategis untuk menjaga kelangsungan bangsa dan negara. Adapun instrumen penting dalam mendidik anak adalah guru yang tidak hanya menguasai berbagai materi pelajaran dan cara penyampaian, lebih dari itu juga dibarengi dengan budi pekerti yang mulia dan mempunyai teladan baik Al-Qabisi tidak setuju jika ada percampuran antara laki-laki dan perempuan dalam dunia pendidikan. Sebab, jika ditelisik secara seksama, anak remaja yang mengalami fase pubertas masih belum memiliki ketenangan jiwa dan dikhawatirkan adanya kerusakan pada moral.
Di sisi lain, al-Qabisi mempunyai pandangan bahwa anak-anak yang masuk dalam kuttab tidak ada perbedaan derajat atau martabat. Baginya, pendidikan adalah hak setiap orang tanpa menutup pengecualian Untuk mendukung terlaksananya demokrasi, al-Qabisi menganjurkan agar orang-orang Islam yang berkemampuan material hendaknya mau membantu biaya pendidikan bagi anak-anak yang kurang mampu.
Al-Mawardi
Nama lengkapnya adalah Abu al-Hasan Ali Ibn Muhammd Ibn Habib al-Basyri. Ia dilahirkan di Basy rah pada 364 H, bertepatan dengan tahun 974 M. Dia wafat di Baghdad pada 450 H/1058 M. Pemikirannya dalam bidang pendidikan sebagian besar terkonsentrasikan pada masalah etika hubungan antara guru dan murid dalam proses belajar-mengajar. Dalam pandangan al-Mawardi, seorang guru harus memiliki sikap tawadu (rendah hati) serta menjauhi sikap ujub (besar kepala). Selain itu, guru harus bersikap ikhlas serta mencintai tugas-tugasnya.
Al-Mawardi juga melarang seseorang mengajar atau mendidik atas dasar motif ekonomi. Dalam pandangannya, mengajar dan mendidik merupakan aktivitas keilmuan dan tidak dapat disejajarkan dengan materi.
Dalam hal ikhlas, sorang guru diharapkan dapat melaksanakan tugasnya dengan profesional. Hal ini ditandai sikap selalu mempersiapkan segala sesuatu yang diperlukan guna mendukung pelaksanaan proses belajar-meng ajar, disiplin terhadap peraturan waktu, penggunaan waktu luang akan diarahkan untuk kepentingan profesionalnya, ketekunan dan keuletan dalam menjalankan tugasnya, serta memiliki daya kreasi dan inovasi yang tinggi.