REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Korea Selatan kini tengah menghadapi ancaman di dunia digital berupa kejahatan deepfake seksual. Sepanjang 2024, ada sekitar 297 kasus deepfake berbau pornografi yang dilaporkan di Negeri Ginseng tersebut.
Deepfake merupakan sebuah teknologi yang memanfaatkan kecerdasan buatan (AI) untuk menghasilkan atau mengubah konten visual dan audio sedemikian rupa sehingga tampak seolah-olah nyata. Di Korea Selatan, kemunculan deepfake seksual telah menjadi ancaman signifikan, khususnya bagi para artis dan selebritas. Deepfake seksual melibatkan manipulasi rekaman video atau gambar dengan menampilkan seseorang dalam situasi intim atau pornografi, tanpa persetujuan dari individu tersebut. Fenomena ini menimbulkan berbagai bahaya yang harus diwaspadai oleh publik.
Bahaya Deepfake Seksual
1. Perusakan reputasi dan karier
Deepfake seksual dapat merusak reputasi dan karier individu yang menjadi korban. Sebagai selebritas, citra publik adalah salah satu aset terpenting. Penyebaran konten pornografi palsu dapat mengakibatkan hilangnya kepercayaan dari publik, penurunan karier, dan pengucilan sosial.
2. Dampak psikologis
Korban dari deepfake seksual sering kali mengalami dampak psikologis yang serius, termasuk stres, depresi, dan kecemasan. Perasaan terancam dan malu dapat mempengaruhi kesehatan mental dan kesejahteraan mereka secara keseluruhan.
3. Implikasi hukum
Meskipun beberapa negara telah mulai merumuskan undang-undang untuk menangani kasus deepfake, penegakan hukum dan regulasi masih menjadi tantangan. Hal ini mengakibatkan belenggu hukum bagi para korban yang ingin menuntut keadilan.
Mengapa Banyak Terjadi di Korea Selatan?
Beberapa faktor berkontribusi terhadap maraknya kasus deepfake seksual di Korea Selatan:
1. Ketenaran dan popularitas selebritas
Selebritas di Korea Selatan memiliki penggemar yang fanatik. Hal ini menjadikan mereka target empuk bagi para pelaku kejahatan digital yang ingin memanfaatkan popularitas mereka untuk tujuan yang tidak etis.
2. Kemajuan teknologi
Korea Selatan dikenal sebagai salah satu negara dengan teknologi termaju di dunia. Akses mudah ke alat dan perangkat lunak canggih memungkinkan pembuatan konten deepfake yang semakin realistis dan sulit dibedakan dari yang asli.
3. Kurangnya kesadaran dan perlindungan hukum
Meskipun terdapat berbagai upaya untuk meningkatkan kesadaran publik tentang bahaya deepfake, banyak orang belum menyadari betapa seriusnya ancaman ini. Selain itu, belum semua negara, termasuk Korea Selatan, memiliki undang-undang yang cukup komprehensif untuk menjerat pelaku deepfake secara efektif.
Penanggulangan dan Pencegahan
Untuk mengatasi masalah deepfake seksual, diperlukan langkah-langkah konkret dari berbagai pihak:
1. Peningkatan kesadaran publik
Kampanye edukasi yang menjelaskan apa itu deepfake dan bahayanya dapat membantu meningkatkan kesadaran masyarakat. Hal ini penting untuk mencegah penyebaran konten deepfake dan melindungi calon korban.
2. Pengembangan teknologi dan alat deteksi
Pengembangan teknologi deteksi deepfake menjadi krusial. Peneliti dan perusahaan teknologi dapat memainkan peran penting dalam mengembangkan alat yang mampu mengenali konten deepfake dengan akurasi tinggi.
3. Peningkatan kerangka hukum
Pemerintah yang bersangkutan dinilai perlu mengadopsi dan memperbaiki undang-undang yang mengatur kejahatan digital, termasuk deepfake. Perlindungan hukum yang kuat dapat memberikan jaminan keamanan bagi korban dan memungkinkan penegakan hukum yang lebih efektif terhadap para pelaku.
4. Kolaborasi internasional
Mengingat sifat internet yang tanpa batas geografis, kolaborasi internasional dalam penegakan hukum dan pertukaran informasi menjadi penting. Kerja sama global dapat membantu mengatasi tantangan lintas negara yang seringkali dihadapi dalam menanggulangi kejahatan digital.
Fenomena deepfake seksual merupakan masalah serius yang memerlukan perhatian dan tindakan segera. Melalui kesadaran publik, perkembangan teknologi deteksi, penguatan hukum, dan kolaborasi internasional, diharapkan kasus deepfake seksual dapat diminimalisasi, serta memberikan perlindungan yang lebih baik bagi para korban, terutama selebritas di Korea Selatan.
*Artikel ini dibuat oleh AI dan telah diverifikasi Tim Redaksi