REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Singapura mengumumkan akan menambah kuota impor listrik rendah karbon dari Indonesia dari semula 2 gigawatt (GW) menjadi 3,4 GW guna mendukung kebutuhan energi terbarukan pada masa mendatang. Menteri Ketenagakerjaan dan Menteri Kedua Perdagangan dan Industri Singapura, Tan See Leng, dalam acara Indonesia International Sustainability Forum 2024 di Jakarta, Kamis (5/9/2024), mengatakan bahwa Singapura sebelumnya telah memberikan persetujuan bersyarat (conditional approval) kepada lima perusahaan Indonesia untuk mengimpor listrik rendah karbon sebesar 2 GW.
Lima perusahaan tersebut adalah Pacific Medco Solar Energy Power with Consortium Partners, Adaro Green, PacificLight Power Pte Ltd dan Gallant Venture Ltd, Salim Group, dan TBS Energi Utama. Namun, seiring dengan penambahan target impor listrik Singapura dari 4 GW menjadi 6 GW pada 2035 maka pemerintah Singapura memberikan izin tambahan untuk dua proyek lagi, masing-masing dari Total Energies RGE dan Shell Vena Energy.
“Kedua proyek ini akan mengekspor 1,4 GW listrik rendah karbon tambahan dari Indonesia ke Singapura,” kata Tan.
Pada 2023, Indonesia dan Singapura telah menandatangani nota kesepahaman (MoU) terkait pengembangan industri manufaktur energi terbarukan, seperti produksi panel surya dan sistem penyimpanan energi baterai (BESS) untuk perdagangan listrik lintas batas. Tan mengatakan bahwa impor listrik dari negara tetangga kini menjadi kunci bagi Singapura untuk mengurangi emisi karbon dan mencapai target netral karbon pada tahun 2050.
Selain itu, ia menilai, kerja sama perdagangan listrik antara Indonesia dan Singapura akan membawa keuntungan bagi kedua negara. Selain memasok listrik ke Singapura, proyek ini diyakini dapat mendorong pertumbuhan industri energi terbarukan di Indonesia, seperti produksi baterai dan panel surya.
“Pendapatan dari ekspor listrik dapat digunakan untuk mempercepat proyek-proyek energi terbarukan di Indonesia guna mempercepat dekarbonisasi Indonesia,” ucap Tan.
Pada kesempatan yang sama, Menteri Koordinator bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan mengatakan bahwa kemitraan ini sangat menguntungkan bagi kedua negara. Bagi Singapura, mereka akan mendapatkan pasokan listrik bersih yang stabil dari Indonesia melalui panel surya dan baterai yang diproduksi di Indonesia.
Sementara itu, Indonesia akan semakin kuat di pasar energi global dengan memanfaatkan potensi sumber daya alamnya, terutama silika yang melimpah untuk membuat panel surya.
“Jadi, kita harus membangun industri panel surya karena kita harus mengekspor energi hijau ke Singapura. Jadi, saya pikir ini menguntungkan kedua negara,” ujar Luhut.
Lima perusahaan yang telah mendapatkan persetujuan bersyarat untuk melakukan ekspor listrik diperkirakan akan memulai proses transmisi listrik ke Singapura pada 2028. Sementara dua lainnya akan mulai pada 2030.