REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- "Manusia itu bagaikan gigi sisir, seseorang memiliki kelebihan atas yang lain hanya dalam amal baiknya." Tentang aforisme tersebut, masih menjadi perdebatan apakah ia dapat dikategorikan sebagai hadis atau hanya ungkapan bijak ulama. Namun, Abu al-Syaikh al-Isfahani memasukkannya dalam jajaran ucapan Nabi Muhammad SAW. Terlepas dari itu, perkataan tersebut memiliki relevansi moral.
Islam sangat mendukung semangat egalitarianisme atau kesamaan derajat. Dibanding dengan ajaran-ajaran lain, inilah agama yang sangat teguh mempertahankan penegakan kesamaan derajat.
Islam musuh bagi manusia yang merasa lebih mulia dari manusia atau makhluk lain jika alasannya berdasarkan hal yang sifatnya duniawi. Bahkan, agama ini juga tak membenarkan sinisme terjadi hanya lantaran, misal, seseorang merasa lebih saleh daripada orang lain.
Semua manusia diciptakan oleh Allah SWT, dan akan kembali kepada-Nya. Hal ini sekaligus menghanguskan kemuliaan semu berdasarkan ras, jenis kelamin, keturunan, harta, jabatan, dan sebagainya. Firman Allah SWT, artinya, "Sesungguhnya yang paling mulia di antara kamu adalah yang paling bertakwa" (QS al-Hujurat: 13).
Sebagaimana perumpamaan deretan gigi sisir yang sama tinggi --meski ada yang lebih gemuk-- manusia di hadapan Allah setara. Bisakah Anda bayangkan seandainya di antara sisir itu ada satu yang labih tinggi? Bisa saja kepala yang disisir akan terasa sakit.
Sebagaimana gigi sisir yang senantiasa bekerja sama, seorang Muslim dengan Muslim lainnya pun tidak boleh bercerai-berai, apatah lagi saling memusuhi. Rasulullah SAW bersabda, "Seorang Muslim dengan Muslim lainnya bagaikan sebuah bangunan yang saling memperkuat satu sama lain."
Hanya saja, adanya perbedaan perlu juga disadari dalam kerangka saling melengkapi. Ada adagium yang direkam oleh Ibnu Qutaibah yang berbunyi, "Manusia akan sejahtera jika mereka berbeda. Jika mereka sama, niscaya akan binasa."
Suatu umat berdiri kokoh jika segenap komponen masyarakat menyadari fungsinya dan bekerja sebagaimana tanggung jawab yang diembannya. Seorang pedagang kecil di pinggir pasar yang menjunjung tinggi nilai-nilai kejujuran dan profesionalisme jauh lebih mulia dari pada pejabat yang menduduki posisi penting, tetapi korup dan tidak bertanggung jawab.