REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Kepala Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) Prof Yudian Wahyudi menghadiri rapat dengar pendapat bersama Komisi 2 DPR RI di Komplek Parlemen Senayan, Jakarta, Selasa (10/9/2024). Dalam rapat tersebut, Yudian diminta klarifikasi soal pelarangan jilbab untuk anggota Paskibraka yang terjadi pada pengukuhan Paskibraka di Ibu Kota Nusantara (IKN), pertengahan Agustus lalu.
Yudian menegaskan, tidak ada larangan untuk melepaskan atau memaksakan jilbab bagi Paskibraka.“Di dalam peraturan itu termasuk di dalam gambar-gambarnya tidak ada larangan untuk melepaskan, apa namanya itu, jilbab,”ujar Yudian dalam rapat yang disiarkan langsung di channel Youtube Komisi II DPR RI tersebut.
Lebih lanjut, Yudian mengklarifikasi perihal isu yang menyebutkan jika agama coba dibenturkan dengan Pancasila. Sebagai seorang Muslim, Yudian mengatakan, dia merupakan santri yang belajar di Pesantren Al-Munawwir, Krapyak, DIY. Dia kemudian menyebutkan sejumlah prestasinya seperti juara lomba pidato dan juara lomba sholat istisqa saat berusia 16 tahun, hingga mendapatkan nilai sempurna dalam tafsir Alquran dan Tarikh semasa di pesantren.
“Saya mungkin satu-satunya orang pesantren yang bisa tafsir Alquran nilai 100 di ijazah dan tarikh atau sejarah, “ujar dia.
Saat kuliah di Fakultas Syariah IAIN Yogyakarta dan Filsafat UGM, Yudian mengaku pernah menerjemahkan lebih dari 50 buku bahasa Arab dari Inggris ke Prancis dan ke bahasa Indonesia. Dia pun mengeklaim sebagai peraih beasiswa untuk melanjutkan studi program MA di Kanada.
Selain itu, Yudian mengungkapkan, dia juga mungkin satu-satunya dosen Perguruan Tinggi Keagamaan Islam Negeri (PTKIN) yang bisa masuk Fakultas Hukum Harvard. “Mungkin saya satu-satunya dosen PTKIN, perguruan tinggi islam negeri yang bisa masuk Fakultas Hukum Harvard. The best law school of earth,"ujar dia. Yudian juga mengaku pernah menjadi dekan Fakultas Syariah dan Rektor UIN Sunan Kalijaga DIY. "Saya pendiri pesantren. Saya pendiri tarekat,"kata dia.
Dia pun mengungkapkan pandangannya seputar isu agama. Dia mengatakan, perekat terkuat bagi Pancasila dari suku, agama, ras dan antargolongan (SARA) adalah agama. Akan tetapi, ujar dia, jika dibenturkan maka penghancur terkuatnya juga agama.
"Pancasila merupakan kesepakatan atau konsensus atau ijma tertinggi bangsa Indonesia. Oleh karena itu jangan dibenturkan dengan agama. Sekali lagi jangan dibenturkan,"kata dia.