Rabu 18 Sep 2024 08:50 WIB

Apa Hukum 7 Hari, 40 Hari, 100 Hari untuk Almarhum? Lembaga Fatwa Mesir Buka Suara

Peringatan untuk almarhum disertai dengan bacaan Alquran dan doa

Ilustrasi tahlilan. Peringatan untuk almarhum disertai dengan bacaan Alquran dan doa
Foto: Republika/Thoudy Badai
Ilustrasi tahlilan. Peringatan untuk almarhum disertai dengan bacaan Alquran dan doa

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA— Peringatan 7 hari, 40 hari, 100 hari, 1000 hari, dan seterusnya untuk orang yang sudah meninggal menjadi tradisi yang lazim di masyarakat Indonesia. Peringatan ini pun, dihukumi bidah menurut sejumlah kalangan.

Lembaga Fatwa Dar Al-Ifta Mesir, buka suara terkait pelaksanaan semacam ini. Hal ini sebagaimana dikutip dari laman resmi lembaga yang kini dipimpin oleh Syekh Nadhir Iyad itu sebagai berikut:

Baca Juga

إحياء ذكرى الأربعين للميت: إن كان ذلك مقتصرًا على إطعام الطعام وقراءة القرآن وهبة ثواب ذلك إلى الميت فلا حرج في ذلك، أما إن كانت الذكرى تُقام على هيئة مأتم لا يختلف عن مأتم يوم الوفاة بحيث يُعلَن عنه في الصحف وتقام له السرادقات ويتوالى المعزون فيشكر منهم من حضر ويلام من تخلف ولم يعتذر، وتقيم النساء بجانب ذلك مأتمًا آخر في ضحوة النهار للنحيب والبكاء وتجديد الأسى والعزاء، فهذا كله مما يُكره شرعًا؛ لما فيه من إعادة الأحزان وتكليف أهل الميت ما لا يطيقون، ومذهب جمهور الفقهاء أن مدة التعزية ثلاثة أيام، وأن التعزية بعدها مكروهة واستدلوا لذلك بإذن الشارع في الإحداد في الثلاث فقط في قول النبي صلى الله عليه وآله وسلم

Memperingati 40 hari wafatnya almarhum: Jika hanya sebatas memberikan makanan, membaca Alquran dan menyumbangkan pahala kepada mayit, maka tidak mengapa.

Akan tetapi jika peringatan tersebut diadakan dalam bentuk pemakaman yang tidak berbeda dengan pemakaman pada hari kematiannya, yaitu dengan mengumumkannya melalui surat kabar, mendirikan tenda, pelayat berdatangan, orang-orang yang datang berterima kasih, dan orang-orang yang tidak mau meminta maaf disalahkan, serta para wanita mengadakan pemakaman lagi sebagai tambahan pada waktu siang dengan tangisan, ratapan, dan pembaruan kesedihan, maka yang demikian ini hukumnya makruh menurut syariat.

Ini semua tidak dapat diterima karena berarti mengulangi kesedihan dan membuat keluarga almarhum menderita lebih dari yang bisa mereka tanggung.

BACA JUGA: Media Barat Ini Bongkar Praktik Kawin Kontrak Alias Nikah Mutah di Puncak, Begini Faktanya

Mayoritas ahli fiqih berpendapat bahwa masa berkabung adalah tiga hari, dan bahwa berkabung setelah itu hukumnya makruh, dan mereka mengutip izin dari syariat untuk berkabung hanya selama tiga hari dalam sabda Nabi SAW berikut:

لَا يَحِلُّ لاِمْرَأَةٍ تُؤْمِنُ بِاللهِ وَالْيَوْمِ الآخِرِ أَنْ تُحِدَّ عَلَى مَيِّتٍ فَوْقَ ثَلاثٍ إِلَّا عَلَى زَوْجٍ فَإِنَّهَا تُحِدُّ عَلَيْهِ أَرْبَعَةَ أَشْهُرٍ وَعَشْرًا

“Tidaklah seorang wanita yang beriman kepada Allah dan Hari Akhir berkabung atas kematian lebih dari tiga hari, kecuali atas kematian suaminya, maka ia berkabung selama empat bulan sepuluh hari.” (HR Bukhari dari hadis Ummu Habibah RA).

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement