Senin 23 Sep 2024 19:37 WIB

RAPBN 2025: Peluang Ekonomi Syariah dan Harapan di Bawah Pemerintahan Presiden Prabowo

Pendapatan negara dalam RAPBN 2025 diproyeksikan mencapai Rp 2.996,9 triliun.

Sejumlah anggota DPR menghadiri Rapat RAPBN di Komplek Parlemen Senayan.
Foto: MUHAMMAD ADIMAJAANTARA FOTO
Sejumlah anggota DPR menghadiri Rapat RAPBN di Komplek Parlemen Senayan.

Oleh : Jaharuddin, Pengamat Ekonomi Syariah/Dosen FEB UMJ

REPUBLIKA.CO.ID, Dalam lanskap ekonomi nasional yang dinamis, Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2025 menyajikan sebuah narasi fiskal yang semakin kompleks. Pemerintah berupaya menyelaraskan kebutuhan akan pertumbuhan ekonomi yang inklusif dengan tanggung jawab menjaga stabilitas fiskal. Dibandingkan dengan APBN 2024, RAPBN 2025 mencerminkan semangat proaktif pemerintah dalam mendorong penerimaan negara, sambil menjaga keseimbangan antara pengeluaran dan pembiayaan defisit. Melalui analisis terhadap pendapatan negara, belanja negara, defisit anggaran, pembiayaan, serta rasio terhadap PDB, kita dapat memahami arah kebijakan dan prioritas pemerintah di balik angka-angka ini.

Di tengah dinamika ini, potensi besar dari ekonomi syariah di Indonesia menjadi salah satu harapan penting untuk mendorong pembangunan ekonomi yang lebih adil dan inklusif. Potensi ekonomi syariah tidak hanya menawarkan alternatif sumber pendapatan dan pembiayaan, tetapi juga bisa menjadi instrumen penting dalam upaya redistribusi kekayaan dan penciptaan pertumbuhan yang berkelanjutan.

Harapan besar juga hadir untuk pemerintahan baru di bawah Presiden Prabowo Subianto, yang akan memimpin implementasi RAPBN 2025. Pemerintahan ini diharapkan mampu merespons berbagai peluang ekonomi, khususnya dari sektor syariah, serta memastikan kebijakan yang diambil mampu memperkuat basis ekonomi dan stabilitas fiskal Indonesia.

 

Pendapatan Negara: Mengoptimalkan Sumber Syariah untuk Pertumbuhan  

Pendapatan negara dalam RAPBN 2025 diproyeksikan mencapai Rp 2.996,9 triliun, meningkat dari Rp 2.802,3 triliun di APBN 2024, dengan kontribusi utama dari sektor perpajakan dan PNBP. Namun, terdapat peluang besar dari ekonomi syariah yang dapat dioptimalkan untuk meningkatkan penerimaan negara, khususnya melalui instrumen zakat dan wakaf.

Potensi zakat nasional mencapai Rp 327 triliun per tahun, sementara wakaf nasional diperkirakan dapat menyumbang Rp 180 triliun per tahun. Jika potensi ini dapat dimaksimalkan dengan manajemen yang efektif dan transparan, dana zakat dan wakaf bisa menjadi sumber pendanaan penting untuk program sosial, pendidikan, dan kesehatan, serta mengurangi ketergantungan pada sumber pendanaan konvensional. Pemerintahan Presiden Prabowo diharapkan dapat menyusun kebijakan yang mendorong efisiensi pengelolaan zakat dan wakaf sehingga berkontribusi nyata terhadap pertumbuhan ekonomi dan pengurangan kemiskinan.

 

Belanja Negara: Efisiensi dan Pembiayaan yang Berkelanjutan  

RAPBN 2025 menetapkan belanja negara sebesar Rp 3.613,1 triliun, dengan peningkatan fokus pada belanja non-Kementerian/Lembaga (non-K/L), yang mencakup pembayaran subsidi, belanja operasional, serta pembayaran bunga utang. Peningkatan ini menuntut pemerintah untuk mencari pembiayaan yang lebih berkelanjutan.

Salah satu peluang pembiayaan strategis adalah melalui sukuk negara, yang telah diterbitkan sejak 2013 dengan nilai akumulasi Rp 2.572,49 triliun dan outstanding sebesar Rp 1.480,49 triliun per Februari 2024. Sukuk, yang berbasis syariah, tidak hanya menawarkan pembiayaan yang sesuai dengan prinsip-prinsip syariah tetapi juga menarik bagi investor internasional, khususnya dari negara-negara berbasis ekonomi syariah.

Di bawah kepemimpinan Presiden Prabowo, diharapkan sukuk semakin diperkuat sebagai instrumen utama pembiayaan proyek-proyek infrastruktur yang vital bagi pertumbuhan ekonomi, tanpa meningkatkan beban utang konvensional. Tim ekonomi yang kompeten dan berorientasi pada pembangunan berkelanjutan harus mampu memperluas cakupan penggunaan sukuk, terutama untuk proyek-proyek strategis yang mendukung peningkatan daya saing nasional.

 

Defisit Anggaran: Membangun Kebijakan Pembiayaan Inovatif  

Meskipun nominal defisit dalam RAPBN 2025 diperkirakan meningkat menjadi Rp 616,2 triliun, rasio defisit terhadap PDB menurun dari 2,70 persen di Outlook 2024 menjadi 2,53 persen. Ini menunjukkan optimisme pemerintah terhadap pertumbuhan ekonomi yang lebih kuat, namun tetap perlu diwaspadai dalam konteks pembiayaan defisit yang sehat dan berkelanjutan.

Pemerintahan Presiden Prabowo memiliki kesempatan untuk memperluas inovasi pembiayaan berbasis syariah, seperti melalui instrumen mudharabah (bagi hasil) dan musharakah (kemitraan). Kedua instrumen ini memberikan alternatif pembiayaan yang tidak berbasis bunga, sehingga lebih sesuai dengan prinsip keuangan berkelanjutan. Partisipasi lebih luas dari sektor swasta, baik nasional maupun internasional, dapat didorong melalui skema pembiayaan ini. Kebijakan yang inovatif dan regulasi yang mendukung harus segera disiapkan untuk memaksimalkan potensi pembiayaan syariah ini.

 

Pengelolaan Pembiayaan dan Utang: Memperkuat Peran Sukuk  

Pembiayaan anggaran RAPBN 2025 sebesar Rp 616,2 triliun akan tetap bergantung pada instrumen utang. Namun, sukuk yang terus diperkuat dapat menjadi alternatif pembiayaan yang lebih etis dan stabil dibandingkan utang berbasis bunga.

Sebagai salah satu instrumen pembiayaan utama negara, sukuk telah membuktikan potensinya dalam mendanai proyek-proyek infrastruktur dan memberikan pilihan investasi yang menarik bagi investor syariah. Di bawah arahan Presiden Prabowo, diharapkan penerbitan sukuk semakin diperluas tidak hanya di pasar domestik, tetapi juga untuk menarik investor internasional. Hal ini penting untuk mengurangi ketergantungan pada utang konvensional, sekaligus meningkatkan ketahanan fiskal jangka panjang.

 

Rasio Terhadap PDB: Pertumbuhan Inklusif melalui Ekonomi Syariah  

Meskipun defisit anggaran tetap tinggi, rasio defisit terhadap PDB menurun menjadi 2,53 persen. Hal ini mengindikasikan bahwa pemerintah optimistis terhadap prospek pertumbuhan ekonomi yang lebih cepat pada 2025. Namun, selain sektor-sektor tradisional, ekonomi syariah juga memiliki peran penting dalam mendukung pertumbuhan ini.

Industri halal, perbankan syariah, dan wisata halal adalah beberapa sektor yang memiliki potensi besar untuk meningkatkan PDB nasional. Indonesia, dengan populasi Muslim terbesar di dunia, memiliki posisi strategis untuk mengembangkan industri ini. Dalam konteks pemerintahan Presiden Prabowo, pengembangan sektor-sektor syariah ini diharapkan menjadi prioritas untuk menciptakan lapangan kerja, meningkatkan daya saing global, dan mendorong pertumbuhan ekonomi yang inklusif. Dukungan regulasi, infrastruktur, dan insentif bagi pengusaha dalam sektor-sektor ini akan menjadi kunci keberhasilan.

 

Harapan Akhir: Membangun Ekonomi yang Kokoh di Bawah Pemerintahan Presiden Prabowo  

RAPBN 2025 bukan hanya sebuah rencana anggaran, tetapi juga cetak biru untuk menciptakan pertumbuhan ekonomi yang inklusif, berkelanjutan, dan berbasis pada potensi besar ekonomi syariah. Pemerintahan Presiden Prabowo Subianto diharapkan mampu melihat peluang besar ini dan membangun fondasi ekonomi yang lebih kuat melalui kebijakan yang inovatif, terutama dalam sektor-sektor berbasis syariah.

Dengan memilih tim ekonomi yang kompeten dan berwawasan luas, serta memanfaatkan instrumen syariah seperti zakat, wakaf, dan sukuk, pemerintahan ini bisa mengarahkan Indonesia menuju masa depan yang lebih cerah, di mana pertumbuhan ekonomi tidak hanya stabil tetapi juga adil dan inklusif. Stabilitas fiskal, pengelolaan utang yang berkelanjutan, serta pemanfaatan optimal ekonomi syariah akan menjadi pilar utama kesuksesan pemerintahan ini dalam membawa Indonesia semakin maju di kancah global.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement