REPUBLIKA.CO.ID, SERANG -- Wakil Menteri Keuangan II Thomas Djiwandono menanggapi soal anjloknya jumlah kelompok kelas menengah dalam setidaknya lima tahun terakhir. Menurutnya, penurunan jumlah kelompok tersebut berkaitan dengan dampak pandemi Covid-19.
“Mengenai kelas menengah, ini memang menjadi tantangan utama kesehatan ekonomi kita ke depan. Saya rasa konteksnya kenapa kelas menengah ini turun? Itu kan kaitannya sama pandemi,” kata Thomas dalam agenda Media Gathering APBN 2025 yang digelar di Serang, Banten, Rabu (25/9/2024).
Thomas mengatakan, pandemi Covid-19 yang terutama terjadi pada medio 2020-2022 telah membuat aktivitas ekonomi menurun, dan dampaknya menimbulkan pemutusan hubungan kerja (PHK). Sehingga menurut hematnya, dampak pandemi merupakan faktor eksternal yang merupakan buntut dari kondisi pandemi, dan itu terlepas dari kebijakan pemerintah
“Jadi jangan dianggap (karena) ada kebijakan tertentu tiba-tiba kelas menengah turun terus. Saya garisbawahi bahwa tantangan-tantangan yang dihadapi oleh kelas menengah ini bukan karena kebijakan yang kurang,” tegasnya.
Di samping itu, Thomas juga menyampaikan pandangannya mengenai spending atau pengeluaran dari kelompok kalangan menengah. Dia mengkritisi pengeluaran yang besar pada sektor makanan.
“Sekarang spendingnya lebih banyak di-shift ke makanan, ini menunjukkan bahwa spending yang tadinya baju, jalan-jalan, sekarang berubah. Ini memang menjadi suatu hal yang dicermati betul. Saya rasa ini memang menjadi PR pemerintah Pak Prabowo yang utama bagaimana mencari solusi jangka panjang untuk kembali ke level pra pandemi,” jelasnya.
Lebih lanjut, Thomas memastikan Kementerian Keuangan memiliki konsentrasi pada permasalahan anjloknya kelompok kelas menengah. Terutama itu digodok di Badan Kebijakan Fiskal (BKF).
“Memang kelas menengah ini perlu perhatian khusus,” tegasnya.