Jumat 27 Sep 2024 10:29 WIB

Doom Spending, Gaya Hidup Konsumtif yang Bisa Timbulkan 'Malapetaka' Finansial

Doom spending merujuk pada perilaku menghabiskan uang secara impulsif.

Doom shopping (ilustrasi).
Foto: Republika/Mardiah
Doom shopping (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Istilah doom spending mungkin masih terdengar asing bagi sebagian besar masyarakat Indonesia, meskipun fenomena ini semakin umum terjadi, khususnya di kalangan generasi muda. Doom spending merujuk pada perilaku menghabiskan uang secara impulsif, berlebihan, dan tidak terkendali sebagai respons terhadap stres atau kecemasan. Fenomena ini dapat berakibat buruk jika tidak segera diatasi dan mengakar dalam gaya hidup sehari-hari.

Generasi muda saat ini, yang sering kali didominasi oleh kaum milenial dan generasi Z, sangat rentan terhadap praktik doom spending. Ada beberapa faktor yang memengaruhi perilaku konsumerisme berlebihan ini, di antaranya adalah:

Baca Juga

1. Pengaruh media sosial

Platform seperti Instagram, TikTok, dan YouTube kerap menampilkan gaya hidup mewah dan konsumtif. Fenomena ini bisa menghasilkan tekanan bagi anak muda untuk meniru gaya hidup tersebut, meskipun secara finansial mereka belum tentu mampu.

2. Keinginan untuk menghilangkan stres

Banyak anak muda yang menggunakan belanja sebagai pelarian untuk mengatasi stres atau tekanan hidup lainnya. Memanjakan diri dengan barang-barang baru dianggap sebagai cara untuk meredakan kecemasan, meskipun hanya bersifat sementara.

3. Kemudahan berbelanja online

E-commerce dan platform belanja online yang semakin menjamur juga menjadi faktor signifikan. Dengan berbagai promo harian, diskon besar-besaran, dan kemudahan pembayaran, sangat mudah bagi seseorang untuk jatuh ke dalam perangkap doom spending.

Dampak buruk doom spending

Tak dapat dipungkiri bahwa doom spending memiliki sejumlah dampak negatif, khususnya dalam jangka panjang. Beberapa dampak buruk yang bisa timbul antara lain:

1. Masalah keuangan

Jika kebiasaan doom spending tidak segera dihentikan, bisa menyebabkan masalah keuangan yang serius. Kebiasaan ini dapat mengarah pada hutang yang menumpuk, menurunnya tabungan, serta kesulitan memenuhi kebutuhan dasar.

2. Masalah psikologis

Di balik kenikmatan sesaat dari belanja impulsif, sering kali tersembunyi rasa penyesalan, rasa bersalah, bahkan kecemasan yang meningkat setelah melihat kondisi keuangan yang semakin terpuruk.

3. Kehidupan sosial yang terganggu

Hubungan dengan keluarga dan teman bisa terganggu akibat kebiasaan doom spending, terutama jika perilaku ini menimbulkan masalah finansial atau menyebabkan individu tersebut menjadi lebih tertutup dan enggan bersosialisasi.

Cara Mengatasi Doom Spending

Mengatasi doom spending memerlukan kesadaran dan usaha yang konsisten. Berikut beberapa langkah yang dapat diambil untuk memerangi kebiasaan negatif ini:

1. Buat anggaran keuangan

Membuat anggaran keuangan dan mematuhinya adalah langkah pertama yang krusial. Dengan anggaran, Anda dapat mengatur pengeluaran dan memastikan bahwa uang dialokasikan dengan bijak.

2. Batasi penggunaan kartu kredit

Kartu kredit sering kali menjadi alat utama bagi doom spending. Pertimbangkan untuk menggunakan uang tunai atau kartu debit agar pengeluaran dapat lebih terkontrol.

3. Tentukan prioritas

Buat daftar prioritas dan kebutuhan. Bedakan antara kebutuhan dan keinginan untuk menghindari belanja yang tidak perlu.

4. Cari alternatif untuk meringankan stres

Temukan cara-cara sehat untuk mengatasi stres, seperti berolahraga, meditasi, atau bersosialisasi dengan teman dan keluarga.

5. Pendidikan finansial

Meningkatkan pengetahuan tentang pengelolaan keuangan melalui berbagai sumber bisa membantu dalam membuat keputusan finansial yang lebih bijak.

*Artikel ini dibuat oleh AI dan telah diverifikasi Tim Redaksi.

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement