Jumat 04 Oct 2024 16:33 WIB

Video LGBT Pelajar dan Persetubuhan Ibu Anak Tersebar, Tokoh Agama: Miris, Hati Teriris!

Peran orang tua juga sangat berpengaruh untuk tumbuh kembang perilaku anak.

Rep: Lilis Sri Handayani/ Red: Teguh Firmansyah
video mesum/ilustrasi
video mesum/ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, KUNINGAN – Tersebarnya dua video mesum menggegerkan masyarakat di Kabupaten Kuningan. Apalagi, perbuatan mesum dalam video itu melibatkan pelajar serta ibu dan anak kandungnya.

Video mesum pertama berisi hubungan badan sesama jenis antara dua pelajar pria, yang dilakukan di salah satu ruangan sekolah. Kemudian, video mesum kedua, menunjukkan hubungan badan antara ibu dan anak kandungnya. Kondisi itupun mengundang keprihatinan tokoh agama.

Baca Juga

‘’Saya sudah dengar tentang adanya video itu. Saya merasa miris, hati teriris-iris, sangat memprihatinkan. Apalagi terjadi di kalangan anak usia remaja,’’ ujar Ketua Yayasan Mualaf Ikhlas Madani Indonesia (Mukmin) Kabupaten Kuningan, Ade Supriadi, kepada Republika, Jumat (4/10/2024).

Ade menilai, kejadian tersebut tak lepas dari pengaruh lingkungan sosial, termasuk lingkungan rumah dan lingkungan sekolah. Untuk lingkungan sosial, dibutuhkan kepekaan dari masyarakat terhadap kehidupan seseorang atau bertetangga.

‘’Harus ditumbuhkan saling jaga, saling asih, saling asuh, bukan saling cuek. Ketika sudah terlihat gelagat menyimpang, harusnya tidak boleh ikut-ikutan mendukung, seperti misalnya dengan candaan, yang memposisikan bahwa perilaku (yang menyimpang) dibenarkan oleh lingkungan tersebut,’’ ucapnya.

Selain itu, lanjut Ade, peran ustadz dan kyai di suatu desa juga sangat penting. Dia juga menilai perlu adanya satgas khusus di desa-desa untuk memantau pergerakan perilaku anggota masyarakat, guna mencegah terjadinya perilaku yang menyimpang.

Ade menambahkan, peran orang tua juga sangat berpengaruh untuk tumbuh kembang perilaku anak. Dia mengungkapkan, kebanyakan orang tua hanya memikirkan kebutuhan anak dari sisi materi, seperti biaya sekolah, biaya makan, biaya main anak maupun biaya pulsa anak.

"Di sisi lain, mereka tidak memperhatikan atau ikut serta menjalankan pengasuhan yang maksimal , seperti berkomunikasi dua arah dengan anak. Pengawasan gadget juga tidak ada di setiap keluarga sehingga anak menjadikan gadget sebagai ‘temannya’," katanya.

Ade menilai, pembiasaan kehidupan beragama di kalangan anak-anak juga kurang dilaksanakan. Hal itu terlihat dari kosongnya masjid dari anak-anak. ‘’Coba kita cek, survei, berapa anak yang ketika adzan Maghrib, Isya, ada di masjid? Apalagi saat Shubuh. Tengok ke masjid-masjid, isinya orang tua semua,’’ tuturnya.

Para orang tua, lanjut Ade, belum bisa mencontohkan bagaimana menjalankan akidah sesuai syariat Islam. Dalam hal ini, dia menyalahkan orang tua. "Mau sampai kapan anak-anak kita dibiarkan menjadikan gadget adalah segalanya? Kapankah masjid-masjid diramaikan oleh anak muda, remaja, atau ibu-ibu pengajian?," ucapnya.

Ade pun mengaku takut, jika perilaku menyimpang terus dibiarkan, maka akan mengundang kemarahan Allah SWT. "Pesan saya, ayo kembali penuhi masjid. Ajari anak-anak ngaji, ajari ibu-ibu hadir di majelis taklim," ujarnya.

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement