Sabtu 05 Oct 2024 17:20 WIB

HUT TNI, Mengenang Jenderal Soedirman, Kader Muhammadiyah yang Jadi Panglima Besar TNI

Jenderal Soedirman adalah salah satu kader terbaik Muhammadiyah.

Jenderal Soedirman
Foto: Ilustrasi: Daan Yahya
Jenderal Soedirman

REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Hari ini, 5 Oktober 2024, Tentara Nasional Indonesia (TNI) merayakan Hari Ulang Tahun (HUT) ke-79. Sepanjang sejarahnya, ada banyak jenderal yang berperan besar bagi Indonesia, tetapi sosok yang hampir tidak tergantikan adalah Jenderal Besar Soedirman.

Soedirman bukan jenderal karbitan. Beliau ditempa dalam kawah candradimuka kepanduan Muhammadiyah, Hizbul Wathan. Karena itu, Jenderal Soedirman pernya menyebut menjadi kader Muhammadiyah itu tidaklah mudah, butuh komitmen dan konsistensi tinggi agar mampu bertahan terhadap berbagai tantangan ketika berdakwah.

"Sungguh berat menjadi kader Muhammadiyah. Ragu dan bimbang lebih baik pulang," kata Jenderal Soedirman.

Jenderal Soedirman memang anak kandung Muhammadiyah. Jenderal Besar kelahiran Purbalingga, 24 Januari 1916 itu merupakan guru di Sekolah Dasar Muhammadiyah Cilacap, dan aktivis Pemuda Muhammadiyah sekaligus kader Hizbul Wathan Banyumas.

Kepanduan Hizbul Wathan (Patvinder Muhammadiyah) didirikan pada 20 Desember 1918 oleh pendiri Muhammadiyah, KH Ahmad Dahlan. Kiai Dahlan terinspirasi dari kepanduan Mangkunegaran di Solo. Karena itu, Kiai Dahlan mendirikan Hizbul Wathan sebagai wadah menggembleng akidah, pekerti, fisik, mental, dan rasa cinta tanah air anak muda.

Di kepanduan tersebut Soedirman muda melibatkan diri. Selain meningkatkan pemahamannya tentang ajaran Islam, Hizbul Wathan mengajarkan Soedirman tentang kepemimpinan, keterampilan, dan kekuatan fisik. Pengetahuan dan pengalamannya di Hizbul Wathan itulah yang mengantarkan Soedirman menjadi seorang prajurit.

Pada Kongres ke-29 Muhammadiyah di Yogyakarta, Soedirman mengusulkan agar anggota Hizbul Wathan mengenakan celana panjang. Dalam buku Guru Bangsa: Sebuah Biografi Jenderal Sudirman karya Sardiman (2008) dijelaskan usulan tersebut karena Soedirman ingin agar para anggota Hizbul Wathan tidak kesulitan mencari sarung ketika hendak mendirikan sholat.

Berawal dari Hizbul Wathan, kiprah Soedirman di dunia militer terbuka. Sejak masa kependudukan Belanda, Soedirman pernah melatih tentara pribumi di daerah Banyumas atas permintaan pemerintah Belanda. Tahun 1944 ia menjadi bagian dari organisasi militer bentukan Jepang, yaitu PETA (Pembela Tanah Air).

Soedirman juga melibatkan diri di beberapa organisasi militer lainnya, seperti Syu Sangikai dan Badan Keamanan Rakyat (sekarang Tentara Nasional Indonesia). Hingga pangkatnya di militer Indonesia naik.

Puncaknya pada 12 November 1945 Soedirman dipilih menjadi panglima besar. Namun pelantikan panglima besar baru terlaksana pada 18 Desember 1945.

Ketika pasukan sekutu menyerang Semarang, Magelang, dan Ambarawa pada akhir 1945, Soedirman memimpin pasukan mempertahankan kemerdekaan....

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement