REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON – Sebuah buku yang akan diterbitkan jurnalis AS Bob Woodward mengungkapkan kemarahan Presiden AS Joe Biden terhadap PM Israel Benjamin Netanyahu terkait aksinya brutalnya di regional. Joe Biden disebut sampai mengeluarkan kata-kata-kata makian untuk Netanyahu.
Buku berjudul “War” yang akan segera terbit itu merekam Presiden AS Joe Biden menyebut Perdana Menteri Benjamin Netanyahu sebagai “f**king liar” atau “pembohong keparat” setelah pasukan IDF masuk ke Rafah pada Mei 2024 lalu. AS berulang kali memeringatkan Israel agar tak menyerang wilayah padat penduduk tersebut.
Bidan juga disebut meneriaki netanyahu setelah serangan Angkatan Udara Israel menewaskan seorang komandan tinggi Hizbullah. Rekaman kejadian itu menyoroti hubungan antara kedua pemimpin yang semakin tegang selama musim semi tahun 2024, menurut CNN, yang mendapatkan salinan awal buku tersebut.
Woodward terkenal sebagai bagian dari tim investigasi yang mengungkap skandal “Watergate” pada tahun 1972 yang akhirnya menyebabkan pengunduran diri Presiden AS Richard Nixon.
Berdasarkan kutipan tersebut, selama panggilan telepon pada April lalu, Biden bertanya kepada Netanyahu: “Apa strategi Anda, kawan?”
Netanyahu mengatakan Israel harus masuk ke Rafah, kota perbatasan Gaza-Mesir yang menurut IDF telah menjadi benteng terakhir Hamas di Gaza. “Bibi, kamu tidak punya strategi,” jawab Biden, menurut Woodward, yang juga menulis bahwa presiden AS mengatakan Netanyahu “tidak peduli” tentang Hamas dan “hanya peduli tentang dirinya sendiri.”
Pada bulan Mei, pasukan Israel memasuki Rafah dalam operasi terbatas yang berjalan lebih besar dari perkiraan AS, setelah berbulan-bulan Gedung Putih memperingatkan terhadap tindakan tersebut.
Hubungan antara Biden dan Netanyahu sangat tegang selama masa jabatan mereka. Meskipun keduanya sudah saling kenal selama beberapa dekade, Gedung Putih sangat mengkritik perdana menteri yang membentuk koalisi dengan tokoh-tokoh sayap kanan yang menghasut pada akhir tahun 2022, dan menyatakan keprihatinan yang mendalam terhadap rencana perombakan peradilan pemerintah pada tahun 2023.
Biden menjadi presiden AS pertama dalam sejarah yang mengunjungi Israel pada masa perang, mendarat di Tel Aviv pada 18 Oktober 2023, dan menyatakan solidaritas mendalam terhadap negara dan rakyatnya. Namun selama setahun terakhir, kedua pemimpin tersebut secara terbuka dan pribadi berselisih mengenai cara Netanyahu menangani perang dan negosiasi penyanderaan yang sedang berlangsung.
Setelah Israel memasuki Rafah, Biden berkata tentang Netanyahu: “Dia pembohong.” “Bajingan itu, Bibi Netanyahu, dia orang jahat,” kata Biden secara pribadi, menurut Woodward. “Dia orang jahat!”
Media politik AS, Politico adalah yang pertama yang melaporkan bahwa Biden telah menggunakan frasa ini untuk berbicara tentang Netanyahu pada Februari, namun Gedung Putih dengan cepat mengeluarkan bantahan.
Pada April, Israel membunuh dua jenderal Garda Revolusi di konsulat Iran di Damaskus, Suriah. Setelah AS dan sekutu lainnya membantu Israel mencegat sebagian besar rudal yang ditembakkan Iran sebagai tanggapan, Biden mendesak Netanyahu untuk “mengambil kemenangan” dan menahan diri untuk tidak merespons.
Menurut buku Woodward, Biden menilai respons terbatas Israel terhadap serangan Iran adalah sebuah keberhasilan. “Saya tahu dia akan melakukan sesuatu, tetapi cara saya membatasinya adalah dengan mengatakan kepadanya untuk ‘tidak melakukan apa pun’,” kata Biden kepada para penasihatnya.
Pada Juli, Israel membunuh Fuad Shukr, komandan militer utama Hizbullah, dalam serangan udara di Beirut. “Bibi, apa-apaan ini?” teriak Biden dalam percakapan mereka berikutnya, menurut buku tersebut. “Anda tahu persepsi Israel di seluruh dunia semakin meningkat bahwa Anda adalah negara liar, aktor liar.”
Woodward juga menulis tentang pertemuan antara Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken dan Putra Mahkota Saudi Mohammed bin Salman tentang normalisasi hubungan dengan Israel.
Blinken bertanya apakah Saudi bersikeras bahwa kemerdekaan Palestina sebagai harga normalisasi. “Apakah aku menginginkannya?” tanya bin Salman. “Itu tidak terlalu penting. Apakah saya membutuhkannya (kemerdekaan Palestina)? Sangat."