REPUBLIKA.CO.ID, VIENTIANE -- Pemerintah Indonesia mengajak negara anggota ASEAN untuk bersikap tegas dan keras dalam merespon kebijakan sosial ekonomi global yang dinilai diskriminatif dan merugikan kepentingan rakyat. Salah satunya menghadapi kebijakan Uni Eropa terkait deforestasi atau EU Deforestation Regulation (EUDR).
Sikap itu disampaikan oleh Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto dalam pertemuan tingkat menteri Dewan Masyarakat Ekonomi ASEAN ke-24 (24th ASEAN Economic Community Council/AECC) di Vientiane, Laos pada Senin (7/9/2024). Airlangga menilai, kebijakan EUDR berpotensi mengganggu produksi manufaktur serta menghambat perdagangan produk berbasis kayu, tanaman, dan perkebunan dari Indonesia.
Hal itu dapat berimplikasi merrugikan kepentingan nasional dan kehidupan rakyat banyak, khususnya masyarakat ASEAN. "Saya mengajak seluruh negara anggota ASEAN untuk bersikap kompak dan proaktif dalam menghadapi kebijakan keberlanjutan dunia yang diskriminatif seperti EUDR, karena hal ini berdampak negatif terhadap perekonomian dan kehidupan masyarakat luas," kata Airlangga dikutip di Jakarta, Rabu (10/10/2024).
Menurut Airlangga, diperlukan adanya langkah bersama dari ASEAN untuk memperkuat posisi strategis lewat dialog dengan mitra-mitra penting. Dia menekankan, agenda kebijakan keberlanjutan ASEAN harus bersifat lebih pragmatis, dengan mengajak semua pihak terkait untuk meningkatkan kapasitas dan kemampuan mereka.
"Untuk itu ASEAN harus semakin erat dalam melangkah bersama, tingkatkan kapasitas dan kemampuan, perkuat posisi strategis, serta aktif dalam mengadvokasi kepentingan masyarakat ASEAN melalu berbagai kanal dialog dengan mitra-mitra penting ASEAN," ujar mantan ketua umum DPP Partai Golkar tersebut.
Indonesia menolak kebijakan EUDR karena penerapannya didasarkan pada data hutan yang dianggap tidak sesuai dengan kondisi aktual. Bersama Malaysia, Indonesia mengusulkan pembentukan gugus tugas bersama dengan Uni Eropa untuk berbagi data geospasial yang transparan sebagai dasar aturan EUDR. Selain kedua negara ini, Amerika Serikat dan Jerman juga menyuarakan keberatan.