Senin 14 Oct 2024 18:19 WIB

PBHI: Kejagung Jadi Oase dalam Penegakkan Hukum

Kejagung tangani kasus besar yang sifatnya sistemik dan struktural.

Rep: Rizky Suryarandika/ Red: Joko Sadewo
Jaksa Agung ST Burhanuddin. (foto ilustrasi)
Foto: dok Republika
Jaksa Agung ST Burhanuddin. (foto ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Perhimpunan Bantuan Hukum dan HAM Indonesia (PBHI) memandang kinerja Kejaksaan Agung (Kejagung) terbilang moncer di bawah kepemimpinan Jaksa Agung ST Burhanuddin. PBHI menilai Kejagung menjadi oase dalam penegakkan hukum di kasus korupsi. 

Ketua PBHI Julius Ibrani memuji Kejagung yang dapat mengambil peran Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sebagai striker pemberantaaan korupsi. Kejagung dinilai Julius dapat memacu pemberantasan korupsi. 

"Kinerja Kejagung menjadi oase di tengah pemberantasan korupsi yang kian banyak. Yang tadinya banyak diharapkan KPK namun hancur lebur semenjak revisi UU KPK dan kuda troya di pimpinan dan dewas KPK," kata Julius, Senin (14/10/2024). 

Julius memandang keberanian Kejagung patut diacungi jempol. Kejagung selama di bawah ST Burhanuddin punya taring menghadapi kasus berskala besar. 

"Kenapa jadi oase? Karena kejagung tangani kasus besar korupsi yang sifatnya sistemik dan struktural yang dulu sering ditangani KPK. Jadi itu yang jadi ciri khas paling signifikan dari kejagung di bawah Jaksa Agung sekarang ST Burhanudin," ujar Julius. 

Julius juga menilai Kejagung memegang hal fundamental dalam pemberantasan korupsi seperti mulai didorong soal recovery asset yang dulu digaungkan KPK, lalu didorong kebijakan yang menjadi sumber korupsi itu sendiri.

"Kemudian ada perbaikan sistemik utamanya korupsi di BUMN dengan adanya pembinaan dan pengawasan di Jaksa Agung Muda Tata Usaha Negara," ujar Julius. 

Oleh karena itu, Julius menyebut hal sistemik begitu harus diapresiasi. Sebab hal itulah sejatinya yang diharapkan dilakukan Aparat Penegak Hukum (APH). "Ini dalam konteks triger mechanism bukan hanya menangkap, mempidanakan tapi  melihat akar masalahnya untuk kemudian diusulkan perbaikannya. Ini kinerja kejagung yang cukup positif," ujar Julius. 

Sejumlah kasus besar dalam beberapa tahun ini ditangani Kejagung. Mereka tidak hanya mengejar pelaku untuk dipidanakan, tetapi juga mengejar pengembalian kerugian negara. Kasus tersebut di antaranya:

  1. Kasus PT Timah Tbk: Kerugian negara mencapai Rp 300 triliun
  2. Kasus Duta Palma Group: Kerugian negara baik keuangan maupun perekonomian mencapai Rp 104,1 triliun
  3. Kasus PT Asabri (Persero): Kerugian negara yang diakibatkan oleh penyimpangan dalam pengelolaan dana investasi dan keuangan mencapai Rp 22,78 triliun selama periode 2012-2019
  4. Kasus ekspor Crude Palm Oil (CPO): Kerugian negara akibat izin ekspor minyak sawit mentah (Crude Palm Oil/CPO) yang mengakibatkan minyak goreng langka mencapai Rp 18,3 triliun.
  5. Kasus Asuransi Jiwasraya: Kerugian negara akibat korupsi di perusahaan ini mencapai sekitar Rp 16,81 triliun.
  6. Kasus PT Garuda Indonesia: Kerugian negara diperkirakan sebesar Rp 8,8 triliun terkait dengan pengadaan pesawat udara yang tidak sesuai prosedur.
  7. Kasus BTS BAKTI Kementerian Komunikasi dan Informasi: Kerugian negara dalam proyek ini Rp 8,03 triliun.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement