REPUBLIKA.CO.ID, SEMARANG -- DPD PDIP Jawa Tengah (Jateng) menyambut putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang mengabulkan permohonan uji materiel Pasal 188 UU Nomor 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Perpu Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota terhadap UUD 1945. Dengan putusan itu, kini pejabat daerah dan anggota TNI/Polri yang melanggar prinsip netralitas dalam pilkada bisa dipidana.
"Dengan terbitnya atau diputuskannya putusan Mahkamah Konstitusi ini, maka bagi aparat daerah dan TNI-Polri ketika melakukan pelanggaran terhadap kampanye, dapat dihukum dengan pidana. Yang awalnya itu tidak ada ketentuan pidananya," ungkap Kepala Badan Bantuan Hukum dan Advokasi Rakyat DPD PDIP Jateng M Ali Purnomo, Selasa (19/11/2024).
Dia menambahkan, dalam pemilu, terkadang ada pola-pola pelibatan pejabat daerah dan anggota TNI-Polri untuk menguntungkan paslon tertentu. "Kita harapkan pada saudara kita pejabat daerah maupun TNI, terutama Polri, juga untuk menaati (putusan MK) sebagai suatu proses demokrasi agar pemilihan kepala daerah serentak di 2024 ini sejalan dengan asas pemilihan umum, yakni jurdil (jujur dan adil)," kata Ali.
"Kita harapkan juga penyelenggara pemilu, baik KPU, terutama Bawaslu yang akan menerima pengaduan berkaitn dengan dugaan pelanggaran bagi pejabat daerah dan anggota TNI-Polri, tindak pidanaya, ini juga jangan sampai menolak," tambah Ali.
Dalam Pilgub Jateng 2024, PDIP mengusung Andika Perkasa dan Hendrar Prihadi (Hendi) sebagai cagub-cawagub. Andika diketahui merupakan purnawirawan jenderal yang sebelumnya sempat menduduki posisi panglima TNI.
Lawan Andika-Hendi adalah paslon yang diusung Koalisi Indonesia Maju (KIM) Plus, Ahmad Luthfi-Taj Yasin Maimoen. Luthfi diketahui berlatar belakang polisi. Sebelum mencalonkan diri sebagai cagub, dia sempat menjabat sebagai kapolda Jateng.
Pejabat negara hingga anggota TNI-Polri bisa dipidana jika terbukti tidak netral atau terlibat upaya memenangkan paslon tertentu di Pilkada 2024. Hal itu tertuang dalam amar Putusan Nomor 136/PUU-XXII/2024 yang dibacakan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Suhartoyo di Ruang Sidang Pleno MK, Jakarta, Kamis (14/11/2024).
Dalam putusannya, MK memasukkan frasa "pejabat daerah" dan "anggota TNI/Polri" ke dalam norma Pasal 188 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota. "Mengabulkan permohonan pemohon untuk seluruhnya," ujar Ketua MK Suhartoyo.
Pasal 188 UU 1/2015 berbunyi: "Setiap pejabat negara, pejabat aparatur sipil negara, dan kepala desa atau sebutan lain/lurah yang dengan sengaja melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 71 (UU No.10 Tahun 2016) , dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 bulan atau paling lama 6 bulan dan/atau denda paling sedikit Rp600.000,00 atau paling banyak Rp6.000.000,00."