REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) kembali menyoroti kasus keracunan akibat jajanan latiao di beberapa wilayah. BPOM menyebutkan Kejadian Luar Biasa Keracunan Pangan (KLBKP) akibat latiao menunjukkan masih ada risiko kesehatan yang timbul akibat kurangnya kesadaran dan pengetahuan konsumen tentang keamanan pangan.
Hal tersebut tercermin dari hasil survei yang dilaksanakan Pusat Analisis dan Kajian Obat dan Makanan BPOM Tahun 2024 yang menunjukkan bahwa hanya 44,41 persen responden yang mengaku selalu membaca label pangan sebelum membeli dan mengonsumsi produk. "Artinya, masih di bawah 50 persen konsumen yang membaca label sebelum membeli dan mengonsumsi," kata Deputi Bidang Pengawasan Pangan Olahan BPOM Elin Herlina dalam webinar yang disiarkan di Jakarta, Selasa (19/11/2024).
Elin menyebutkan, KLB tersebut terjadi karena kurangnya literasi konsumen, terutama dalam hal kebiasaan membaca label produk sebelum membeli dan mengonsumsi bahan makanan. Dia menjelaskan, keracunan produk yang terjadi di 7 wilayah Indonesia, setelah ditelusuri disebabkan oleh produk latiao, seperti yang telah disampaikan oleh Kepala BPOM melalui siaran pers pada 1 November 2024.
Adapun dari hasil pengujian produk latiao dari sampel yang diambil di sejumlah wilayah Indonesia, kata dia, beberapa sampel menunjukkan adanya kontaminasi bakteri golongan Bacillus cereus, yang menghasilkan toksin dan menimbulkan gejala sakit perut, pusing, mual, dan muntah. Menurut Elin, BPOM telah memeriksa dan menindaklanjuti kasus tersebut, dengan memeriksa distributor produk olahan latiao, dan menemukan bahwa distributor produk tersebut belum melaksanakan peredaran pangan yang baik dan benar. Hal itu terlihat dari hasil pemeriksaan sarana yang belum baik dan benar.
Sebelumnya, BPOM mengamankan sebanyak 76.420 latiao serta memusnahkan 49 karena kedaluwarsa atau tidak ada izin edar, menyusul kasus Kejadian Luar Biasa Keracunan Pangan (KLBKP) di tujuh wilayah. Kepala BPOM Taruna Ikrar di Jakarta, Senin (4/11/2024) mengatakan mereka telah mengecek 341 sarana, yang terdiri dari 214 ritel atau toko, 27 distributor, 100 kantin dan warung di area sekolah.
Sebanyak 33 dari seluruh sarana tersebut ditemukan menjual sebanyak 77.219 latiao, dan 750 telah diambil sampelnya. Langkah-langkah yang telah ditempuh sebagai koreksi yakni berkoordinasi dengan Kementerian Komunikasi dan Digital untuk menghentikan penjualan latiao secara daring serta menarik dan memusnahkan produk yang menyebabkan KLBKP.