Rabu 20 Nov 2024 14:04 WIB

Dua Laboran Umsida Lolos Program Kilab 2024, Inovasinya Permudah Pembelajaran

Mannequin acupressure bisa bekerja ketika kabel telah terhubung sumber listrik.

Laboran Program Studi Ilmu Kebidanan Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Sidoarjo, Iid Putri Zulaida.
Foto: dokpri
Laboran Program Studi Ilmu Kebidanan Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Sidoarjo, Iid Putri Zulaida.

REPUBLIKA.CO.ID, SIDOARJO -- Dua laboran dari Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Sidoarjo (Fikes Umsida), lolos dalam program Karya Inovasi Laboran (Kilab) 2024 oleh Direktorat Sumber Daya Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemendikbudristek) Tingkat Perguruan Tinggi.

Yang pertama adalah Iid Putri Zulaida STrKeb, laboran program studi Kebidanan yang membuat inovasi bernama Mannequin Acupressure Point with LED Indicator sebagai Media Pembelajaran Praktikum Akupresur dalam Kebidanan. 

Inovasi ini bisa dijadikan sebagai pengganti mannequin acupressure konvensional.

“Di kami sendiri, alat peraga yang digunakan untuk mendeteksi titik akupresur hanya berupa mannequin manual yang berisi titik-titik saja. Sedangkan di tubuh manusia memiliki 51 titik utama,” jelas laboran yang akrab disapa Iid itu.

Dengan kondisi itu, lanjutnya, mahasiswa kesulitan dalam menghafal titik akupresur pada manusia. Terlebih saat mereka sedang mengikuti mata kuliah akupresur dalam kebidanan dan asuhan kebidanan kehamilan.

Mereka hanya bisa mengira-ngira saja titik akupresur tanpa mengetahui fungsinya. Program Kilab ini merupakan salah satu kesempatan yang dimanfaatkan dengan baik oleh Iid.

Permasalahan itu memunculkan ide baru yang digagasnya berupa mannequin akupresur menggunakan indikator LED yang bisa mengetahui titik-titik akupresur dengan benar hanya dengan sentuhan saja.

Cara Kerja Mannequin Acupressure

Menggunakan tenaga listrik, mannequin acupressure ini bisa bekerja ketika kabel telah terhubung dengan sumber listrik. 

“Di sini kami ada dua sensor lampu indikator yang bisa mendeteksi salah atau benar titik akupresur yang disentuh. Jika lampu berwarna hijau, berarti sentuhan titik akupresur sudah benar. Sedangkan warna merah sebaliknya. Itu bisa memudahkan mahasiswa dalam menghafal dan saat praktikum," kata Iid.

Mannequin berbentuk tangan manusia ini bisa mendeteksi dua titik akupresur, yaitu titik LI4 yang terletak di antara ibu jari dan jari telunjuk. Lalu ada titik PC6 yang berada di tiga jari di bawah pergelangan tangan. 

"Dengan alat ini, mahasiswa bisa mendeteksi titik akupresur dengan lebih presisi," tutur Iid.

Gandeng Laboran Teknik Elektro

Dalam membuat mannequin acupressure ini, Iid merasakan beberapa tantangan mengingat basic-nya adalah seseorang yang berkutat di dunia kebidanan. Sedangkan alat ini juga membutuh ahli lain, keelektronikan misalnya.

"Saya menggandeng laboran dari prodi Teknik Elektro mengingat inovasinya ini membutuhkan sistem elektrik. Saya yang membuat konsep alatnya, ia yang mengeksekusi secara teknis," ujar laboran lulusan D4 Kebidanan di STIKES ICME Jombang itu.

Kolaborasi ini memakan waktu sekitar lima bulan untuk berdiskusi tentang konsep mannequin, dan dua bulan untuk memikirkan rancangan model alat.

Selain itu, ia juga sempat terkendala di bahan mannequin. Awalnya, ia ingin membuat seperti model boneka yang terbuat dari kain sarung tangan. Tapi ternyata, chip sensor alat tersebut tidak bisa terdeteksi di bahan yang kurang keras.

Lalu, ia mencari bahan lain yang bisa ditempel chip sensor dan tetap memakai peraga. Akhirnya, Iis menemukan bahan mannequin yang biasa ditemukan di salon kecantikan.

Flash Card Permudah Pelajari Kodifikasi

Yang kedua adalah Alfinda Ayu Hadikasari STrRMIK, laboran program studi Manajemen Informasi Kesehatan Fikes Umsida. Ia membuat Innovation Card of terminology Medic: Media Praktikum Klasifikasi dan Kodifikasi Diagnosa untuk Meningkatkan Kompetensi Mahasiswa di Laboratorium Coding dan Reimbursement.

Laboran yang biasa disapa Finda ini mengatakan beberapa hal yang menjadi alasan membuat flash card ini. Di program studi Manajemen Informasi Kesehatan, terdapat salah satu mata kuliah bernama Kodifikasi.

Kodifikasi adalah proses pemberian kode pada diagnosis penyakit, tindakan medis, dan masalah kesehatan lainnya menggunakan huruf, angka, atau kombinasi keduanya. 

photo
Laboran dari Program Studi Manajemen Informasi Kesehatan Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Sidoarjo, Alfinda Ayu Hadikasari. - (dokpri)

“Di sini mahasiswa harus paham tentang kodifikasi dan terminologi medis. Selama ini, ketika praktikum, saya menemukan banyak keluhan mahasiswa yang sulit menghafal dan banyak menemui bahasa medis yang berbeda-beda dalam satu organ itu,” jelasnya.

Terlebih lagi, sambung Finda, hampir di tiap semester, mahasiswa akan menemui mata kuliah kodifikasi. Sedangkan di buku International Classification of Diseases (ICD), tidak terdapat penjelasan bahasa Indonesia yang membuat mahasiswa kebingungan.

Flash Card yang Cukup Lengkap

Flash card ini terbagi menjadi delapan sistem yang ada di dalam tubuh manusia. Di dalam kartu tersebut, termuat beberapa informasi tentang setiap organ. 

Sistem tersebut diantaranya sistem urinary, sistem pernapasan, kardiovaskuler, reproduksi, panca indera, sistem saraf, sistem pencernaan, dan Sistem muskuloskeletal. Total flash card yang telah dibuatnya ada 107 kartu.

"Jadi halaman depan berisi tentang anatominya, kemudian di bagian belakang terdapat penjelasan dalam bahasa Indonesia, bahasa Inggris, dan bahasa medis," jelas Frida.

Alat ini memiliki beberapa keunggulan. Finda belum pernah menemukan flash card yang berisi tentang anatomi medis, terlebih lagi dia lengkap dengan bahasanya. Selain itu, flash card ini juga terdapat pengertian singkat dari organ. 

Dalam praktiknya nanti, setelah mahasiswa mendapat materi dari dosen, mereka akan menemui laboran untuk mengambil flash card dan siap digunakan untuk praktikum.

Rencana Pengembangan Inovasi

Setelah melakukan diseminasi, kedua laboran itu mendapatkan berbagai masukan terkait pengembangan inovasi.

Misalnya saja tentang kepekaan sensor terhadap sentuhan pada inovasi mannequin acupressure. Inovasi Iid hanya mendeteksi sentuhan, sedangkan pada praktiknya (pijat) bidan harus menekannya. 

Selain itu, ia juga berencana untuk menggunakan sistem wireless pada mannequin ini untuk penggunaan yang lebih efisien dan menambah titik sensornya.

Sedangkan untuk inovasi flash card sendiri, Finda berencana untuk membuat flash card ini bisa tersedia secara digital agar lebih sederhana dan mahasiswa bisa lebih mudah untuk mengaksesnya.

 

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement