REPUBLIKA.CO.ID, Jika berutang bisa mendatangkan dosa, kondisi berbeda dalam berutang justru bisa membuat kita mendapatkan pahala. Ustaz Hanif Lutfi Lc dalam bukunya Utang Antara Pahala dan Dosa menjelaskan perspektif unik tentang hutang dalam Islam.
Dalam bukunya, Hanif menjelaskan bahwa utang dapat menjadi ladang pahala atau sebaliknya, tergantung pada cara pengelolaan dan niat pelaku, baik pemberi maupun penerima hutang.
Mengutip Abu Bakr bin Muhammad Syattha ad-Dimyati dalam kitab I’anah At-Tholibin, Hanif mendefinisikan utang sebagai akad pemberian kepemilikan suatu barang yang harus dikembalikan dengan jenis yang sama. Dalam Islam, utang memiliki keutamaan, terutama jika dilakukan untuk membantu sesama.
1. Memberi utang kepada Allah
Memberi sedekah diibaratkan sebagai memberikan utang kepada Allah. Dalam QS. Al-Baqarah ayat 245,Allah menjanjikan ganjaran yang berlipat ganda bagi siapa saja yang melakukan hal ini :
مَنْ ذَا الَّذِي يُقْرِضُ اللَّهَ قَرْضًا حَسَنًا فَيُضَاعِفَهُ لَهُ أَضْعَافًا كَثِيرَةً وَاللَّهُ يَقْبِضُ وَيَبْسُطُ وَإِلَيْهِ تُرْجَعُونَ [البقرة: 245]
Barangsiapa meminjami Allah dengan pinjaman yang baik maka Allah melipatgandakan ganti kepadanya dengan banyak. Allah menahan dan melapangkan (rezeki) dan kepada-Nyalah kamu dikembalikan. (QS. Al-Baqarah: 245)
2. Menolong sesama melalui utang
Utang sebagai bentuk akad sosial menjadi amal mulia jika dilakukan dengan ikhlas. Dalam sebuah hadits, Rasulullah SAW menyebutkan, “Barangsiapa meringankan kesulitan seseorang, Allah akan memudahkan urusannya di dunia dan akhirat.” (HR.Muslim)