REPUBLIKA.CO.ID, Berutang dalam ajaran Islam bukan sekadar transaksi finansial, tetapi memiliki dimensi spiritual yang mendalam. Dalam buku Antara Pahala dan Dosa karya Hanif Lutfi, Lc., MA., dijelaskan bahwa selain berpotensi memberikan pahala besar, utang juga dapat menjerumuskan seseorang ke dalam dosa jika tidak ditunaikan dengan baik. Berikut adalah beberapa poin penting terkait dosa yang timbul dari utang.
1. Tidak membayar utang kepada Allah
Utang kepada Allah, seperti puasa atau kewajiban ibadah lain, memiliki prioritas untuk ditunaikan. Dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Bukhari, Nabi Muhammad SAW menegaskan bahwa utang kepada Allah lebih berhak untuk diselesaikan dibanding uutang lainnya.
2. Tidak membayar utang kepada manusia
Hutang yang tidak dibayar kepada manusia berisiko besar. Rasulullah SAW menyebutkan bahwa jiwa seseorang tergantung pada hutangnya hingga hutang itu dilunasi, dari Tsauban, budak Rasulullah, dari Rasulullah, bahwa beliau bersabda:
مَنْ فَارَقَ الرُّوحُ الْجَسَدَ وَهُوَ بَرِيءٌ مِنْ ثَلَاثٍ دَخَلَ الْجَنَّةَ: الْكِبْرِ وَالْغُلُوْلِ وَالدَّيْنِ.
"Barangsiapa yang meninggal dunia dalam keadaan berlepas diri dari tiga hal, maka ia masuk surga; (yaitu) sombong, ghulul (khianat dalam hal harta rampasan perang) dan hutang." (HR. Ibnu Majah, at-Tirmidzi)
Bahkan di akhirat, jika hutang belum terlunasi, maka pahalanya akan digunakan untuk melunasi hutang tersebut (HR. Ibnu Majah). Orang yang berniat tidak melunasi hutangnya akan dipandang sebagai pencuri oleh Allah di hari kiamat (HR. Ibnu Majah).
3. Menunda pembayaran utang padahal mampu
Menunda pembayaran hutang ketika mampu adalah bentuk kezaliman. Rasulullah SAW menyebutkan dalam haditsnya, Dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu, ia berkata, "Rasulullah bersabda:
مَطْلُ الْغَنِي ظُلْمٌ.
"Mathlul Ghani (orang kaya yang menunda- nunda pembayaran utang) adalah kezhaliman." (Muttafaq alaih).