Rabu 25 Dec 2024 09:25 WIB

Ini Tiga Indikasi yang Jadi Dasar PDIP Menuding Kasus Hasto Politisasi dan Kriminalisasi

KPK menetapkan Hasto sebagai tersangka kasus suap dan obstruction of justice.

Sekjen PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto resmi ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK.
Foto: Republika/Mahmud Muhyidin
Sekjen PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto resmi ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Hasto Kristiyanto ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK dalam dua perkara sekaligus, yakni kasus suap dan penghalangan penyidikan atau obstruction of juctice. DPP PDIP pun menuding, status tersangka sekjen PDIP kental akan aroma politisasi hukum dan kriminalisasi.

Ketua DPP PDI Perjuangan Bidang Reformasi Sistem Hukum Nasional Ronny Talapessy mengatakan, pemanggilan Hasto Kristiyanto oleh KPK dimulai sejak yang bersangkutan kritis terhadap kondisi demokrasi di Indonesia. Menurutnya, indikasi itu terlihat ketika Hasto bersuara kritis terkait kontroversi di Mahkamah Konstitusi pada 2023 akhir.

Baca Juga

“Kalau kita cermati lagi, Kami menduga, memang kasus ini lebih terlihat seperti teror terhadap Sekjen DPP PDIP dan keseluruhan proses ini sangat kental aroma politisasi hukum dan kriminalisasi,” kata Ronny saat konferensi pers di Kantor DPP PDIP, Jakarta, Selasa (25/12/2024).

Ronny setidaknya menyampaikan tiga indikasi politisasi hukum dan kriminalisasi dalam penetapan tersangka Hasto Kristiyanto. Indikasi yang pertama, yaitu adanya upaya pembentukan opini publik yang terus menerus mengangkat isu Harun Masiku. Hal itu terlihat dari aksi-aksi demo di KPK maupun narasi sistematis di media sosial yang dicurigai dimobilisasi oleh pihak-pihak tertentu.

“Kedua, adanya upaya pembunuhan karakter terhadap Sekjen DPP PDIP melalui framing (pembingkaian) dan narasi yang menyerang pribadi,” sambung Ronny.

Sementara itu, indikasi yang ketiga ialah pembocoran Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP) yang bersifat rahasia kepada media massa atau publik sebelum surat tersebut diterima oleh Hasto Kristiyanto.

“Kami menduga ini adalah upaya cipta kondisi untuk mendapatkan simpati publik. Semua dapat dilihat dan dinilai oleh publik,” tutur Ronny.

 

sumber : Antara
BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement