Rabu 01 Jan 2025 16:13 WIB

Mengapa Ada Hadits Palsu?

Hadis adalah sumber hukum Islam kedua setelah Alquran.

ILUSTRASI Santri mengaji kitab hadis.
Foto: ANTARA FOTO/Syaiful Arif
ILUSTRASI Santri mengaji kitab hadis.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Hadits palsu diistilahkan sebagai hadis maudhu' atau muzayyaf. Prof Syuhudi Ismail dalam bukunya, Hadis Nabi Menurut Pembela, Pengingkar, dan Pemalsunya (1995), mendefinisikan hadis palsu sebagai "pernyataan, atau pernyataan-pernyataan, yang sesungguhnya bukanlah hadits Nabi Muhammad SAW, tetapi beberapa kalangan menyebutnya sebagai hadis beliau."

Isi hadits palsu tidak selalu buruk atau bertentangan dengan ketentuan umum ajaran Islam. Namun, mengapa sampai ada hadis palsu?

Baca Juga

Pertanyaan itu coba dijawab Ahmad Fuad Effendy dalam bukunya, Sudahkah Kita Mengenal Al-Quran? (2013: 251-252). Dia mengutip dari al-Qurtuby dalam pendahuluan kitab Al-Jami' li Ahkam al-Qur'an.

Menurut al-Qurtuby, orang-orang yang menciptakan hadits-hadits palsu dapat dibedakan menjadi empat kelompok.

Pertama, kelompok zindiq yang membuat hadis palsu atau menambahkan kalimat/frasa pada hadis sahih untuk menimbulkan kerisauan atau kebingungan di kalangan umat.

Kedua, pengikut fanatik sebuah mazhab atau golongan yang membuat hadits palsu untuk menguatkan mazhabnya.

Ketiga, orang-orang yang 'putus asa' dalam menganjurkan kebaikan. Dengan maksud baik membuat hadits palsu tentang suatu perbuatan, dia ingin agar umat Islam terdorong untuk melakukan perbuatan tersebut.

Fuad Effendy menilai, kelompok ketiga itu sering dijumpai dalam konteks pembahasan hadits-hadits palsu tentang keutamaan membaca surat-surat dari Alquran. Ambil contoh, "hadits" (dalam tanda kutip) berikut, yang diriwayatkan Abu Bakar al-Ajiri dari Abu Umamah al-Bahili.

photo
Infografis Lima Hadist tentang Senyum Rasulullah - (Infografis Republika)

"Barangsiapa membaca seperempat Alquran, berarti dia telah diberi seperempat kenabian. Barangsiapa membaca sepertiga Alquran, berarti dia telah diberi sepertiga kenabian. Barangsiapa membaca dua per tiga Alquran, berarti dia telah diberi dua per tiga kenabian. Barangsiapa membaca (seluruh) Alquran, berarti dia telah diberi kenabian."

Dari keterangan Syekh Muhammad Nashiruddin al-Albani, demikian Fuad Effendy, risetnya menyimpulkan, "hadis" di atas tidak sahih karena di dalam jalur periwayatan (sanad) terdapat nama Maslamah bin Ali, yang dinilai cacat (majruh) oleh para ahli hadis.

Adapun kelompok keempat adalah para "peminta-minta" atau para pencari sedekah dengan cara membacakan "hadis-hadis" buatan sendiri, lengkap dengan sanad yang dipalsukan.

Tiga kualitas hadis

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement