REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Muhammad Ferdiansyah, Analis Junior Pemantauan Program dan Kinerja Industri Halal Komite Nasional Ekonomi dan Keuangan Syariah (KNEKS)
Siapa yang tidak mau naik haji? Rukun islam kelima tersebut adalah impian segenap umat Muslim di Indonesia.
Akan tetapi, tidak semua bisa melaksanakan karena mahalnya ongkos naik haji. Biaya pelunasan ongkos naik haji pada tahun 2024 membengkak dua kali lipat dibandingkan tahun 2019, dari semula hanya perlu menambah Rp 15 juta menjadi Rp 31 juta.
Meningkatnya ongkos naik haji, khususnya biaya pelunasan, akan sangat memberatkan calon jemaah yang mayoritas berasal dari golongan ekonomi menengah ke bawah.
Untuk tahun 2025, Kementerian Agama mengusulkan biaya penyelenggaraan ibadah haji sebesar Rp 93,3 juta, dengan ongkos ditanggung calon jemaah sebesar Rp 65 juta. Jika tidak ada penyesuaian, maka akan ada kenaikan Rp 9 juta dari tahun 2024 yang sebesar Rp 56 juta.
Banyak faktor penyebab melonjaknya ongkos naik haji, diantaranya faktor kondisi ekonomi global dan kebijakan Arab Saudi. Oleh karena itu, wacana penurunan ongkos naik haji tetap dapat diupayakan dengan strategi yang komprehensif dan berkelanjutan.
Rasionalisasi dan Efisiensi Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji
Pada jangka pendek, efisiensi dapat dilakukan dengan memangkas biaya komponen penyelenggaraan ibadah haji seperti tiket pesawat, akomodasi, dan layanan masyair. Jika diurutkan dari kontribusi terbesar, distribusi ongkos naik haji digunakan untuk tiket pesawat sebesar ±35 persen, hotel/akomodasi ±25 persen, layanan masyair ±20 persen, dan biaya lainnya (konsumsi dan layanan umum) ±20 persen.
Kebijakan Presiden Prabowo menurunkan harga tiket pesawat merupakan insentif untuk penurunan ongkos naik haji. Adapun pada komponen lainnya, kecepatan proses pengadaan dan negosiasi yang dilakukan Kementerian Agama menjadi faktor kunci untuk mendapatkan harga terbaik.