REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Sedikitnya 63 ribu dolar Singapura (SGD) yang diterima oleh mantan Ketua Pengadilan Negeri (PN) Surabaya, Jawa Timur (Jatim) Rudi Suparmono (RS) dalam kasus suap-gratifikasi vonis bebas Gregorius Ronald Tannur. Pada Selasa (14/1/2025), Kejaksaan Agung (Kejagung) menangkap Rudi di Kota Palembang, Sumatera Selatan (Sumsel).
Penyidik dari Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) menangkap Rudi dalam statusnya yang masih aktif sebagai hakim tinggi di Pengadilan Tinggi (PT) Sumsel. Direktur Penyidikan Jampidsus Abdul Qohar, pada Selasa malam menjelaskan, setelah dilakukan penangkapan, Rudi dibawa ke Gedung Kartika di Kompleks Kejagung di Jakarta, untuk diperiksa sebagai saksi.
Setelah diperiksa dan ditemukan bukti-bukti, penyidik menetapkan Rudi sebagai tersangka ke-7 dalam skandal suap-gratifikasi terkait vonis bebas Ronald Tannur saat didakwa melakukan pembunuhan dan penganiayaan berat terhadap Dini Sera Afriyanti.
“Setelah dilakukan penangkapan, lalu dibawa ke Jakarta untuk diperiksa sebagai saksi, selanjutnya penyidik menemukan cukup barang bukti untuk menetapkan RS sebagai tersangka," kata Qohar di Gedung Kartika, Kejagung, Jakarta, Selasa (14/1/2025).
Setelah ditetapkan tersangka, Qohar memastikan penahanan terhadap Rudi di Rutan Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan (Kejari Jaksel). “Penahanan dilakukan selama 20 hari untuk mempercepat proses penyidikan,” kata Qohar.
Qohar menjelaskan, ada dua sumber uang suap-gratifikasi yang diterima tersangka Rudi. Sumber uang pertama berjumlah 20 ribu SGD atau sekitar Rp 238,2 juta. Uang tersebut bagian dari 140 ribu SGD pemberian tersangka Lisa Rahmat (LS) selaku pengacara Ronald Tannur, kepada Erintuah Damanik (ED) sebagai ketua majelis hakim yang menjatuhkan vonis bebas untuk Ronald Tannur di PN Surabaya, pada Juli 2024. LR memberikan uang tersebut kepada ED di Bandara Ahmad Yani, Semarang, Jawa Tengah (Jateng) pada 1 Juni 2024.
Uang 140 ribu SGD itu, ED bagi-bagikan kepada dua anggota majelis hakim lainnya, yakni Mangapul (M), dan Heru Hanindyo (HH). ED mendapatkan jatahnya sebesar 38 ribu SGD. M, dan HH mendapatkan jatah masing-masing 36 ribu SGD. Ketiga hakim PN Surabaya itu, saat ini sudah berstatus terdakwa dan dalam persidangan di PN Tipikor Jakarta.
Uang 140 ribu SGD pemberian LR masih tersisa 30 ribu SGD. ED menyimpan uang sisa tersebut untuk diberikan kepada Rudi, dan panitera pengganti bernama Siswanto.
Dari penyidikan diketahui, jatah Rudi dalam pemberian pertama itu sebesar 20 ribu SGD. Sedangkan untuk Siswanto sebesar 10 ribu SGD.
“Dalam pembagian-pembagian uang tersebut, tersangka RS telah dipindah tugaskan dari jabatannya sebagai ketua Pengadilan Negeri Surabaya menjadi ketua Pengadilan Negeri Jakarta Pusat,” ujar Qohar.
Setelah pembagian gelombang pertama itu, LR kembali menyerahkan uang langsung kepada Rudi senilai 43 ribu SGD. “Bahwa berdasarkan fakta-fakta dan barang bukti yang ditemukan, bahwa tersangka RS ini menerima uang sebanyak 43 ribu dolar Singapura, dan satunya lagi 20 ribu dolar Singapura,” kata Qohar.
Dari hasil penyidikan pun diketahui penerimaan uang yang dilakukan Rudi itu, terkait dengan perannya sebagai ketua PN Surabaya yang mengatur, sekaligus menunjuk komposisi majelis hakim yang membebaskan Ronald Tannur dari ancaman 12 tahun penjara atas dakwaan pembunuhan Pasal 338, dan penganiayaan berat yang menghilangkan nyawa Pasal 531 ayat (3) terkait kematian Dini Sera Afriyanti.