Sabtu 01 Feb 2025 07:28 WIB

Peraih Nobel Paul Romer Apresiasi Peran BRI, Sebut UMKM Kunci Kemajuan Negara

AI dapat digunakan untuk menciptakan sistem keuangan yang bisa membantu UMKM.

Rep: Dian Fath Risalah/ Red: Lida Puspaningtyas
PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk (BRI) resmi membuka rangkaian acara BRI UMKM EXPO(RT) 2025 yang digelar bersamaan dengan BRI Microfinance Outlook 2025 di ICE BSD City, Tangerang pada Kamis (30/1/2024).
Foto: dok Republika
PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk (BRI) resmi membuka rangkaian acara BRI UMKM EXPO(RT) 2025 yang digelar bersamaan dengan BRI Microfinance Outlook 2025 di ICE BSD City, Tangerang pada Kamis (30/1/2024).

REPUBLIKA.CO.ID, TANGERANG -- Peraih Nobel Ekonomi Profesor Paul Romer mengapresiasi peran Bank Rakyat Indonesia (BRI) dalam mendukung usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) serta pembangunan ekonomi Indonesia. Ia menegaskan, keberhasilan suatu kota baru sangat bergantung pada peran UMKM sebagai motor penggerak ekonomi.

Dalam diskusi tentang urbanisasi dan peran UMKM di BRI Microfinance Outlook 2025, Kamis (30/1/2025), Romer menyebut kota yang berkembang pesat adalah yang mampu menciptakan peluang bagi pekerja serta pengusaha kecil. Hal ini sejalan dengan komitmen BRI dalam mendorong pertumbuhan UMKM sebagai pilar utama ekonomi Indonesia.

Baca Juga

Menurut Romer, urbanisasi memiliki dampak besar terhadap UMKM, dan investasi di pusat bisnis baru sangat krusial untuk pertumbuhan ekonomi. Ia mencontohkan bagaimana New York pada tahun 1811 telah merencanakan tata kota dengan menentukan jaringan jalan utama sebelum kota berkembang.

"Pada tahun 1811, Kota New York hanya merupakan bagian kecil dari Pulau Manhattan. Mereka menyusun rencana dengan menggambar jalur jalan utama di peta dan menetapkan ruang publik yang akan digunakan untuk mobilitas di masa depan. Ini dilakukan sebelum ada kebutuhan mendesak, sehingga biaya perencanaan tetap rendah," ujar Romer.

Ia juga menekankan bahwa kegagalan urbanisasi di banyak negara sering kali disebabkan oleh kurangnya perencanaan sejak awal. Ketika ruang publik tidak disediakan dengan baik, kota akan mengalami kepadatan berlebih, kemacetan, dan biaya tinggi untuk infrastruktur dasar seperti saluran air dan jalan.

Terlebih, pembangunan kota baru sering kali hanya menargetkan kelompok masyarakat kelas atas. Padahal, kota yang sukses adalah yang mampu menarik pekerja dari berbagai lapisan masyarakat, termasuk mereka yang mencari pekerjaan pertama.

"Banyak kota baru mencoba menarik orang kaya dan lulusan perguruan tinggi, tetapi pasar yang belum dimanfaatkan justru adalah mereka yang mencari pekerjaan pertama. Kota yang sukses adalah yang menyediakan peluang bagi mereka," katanya.

Untuk mencapai keberhasilan itu, Indonesia perlu mengalokasikan lahan yang cukup luas setidaknya seukuran Singapura, sekitar 1.000 kilometer persegi. Dengan luas tersebut, kota dapat berkembang secara optimal dan memberikan kesempatan bagi UMKM untuk tumbuh.

Romer menegaskan, meskipun perusahaan swasta tidak dapat menggantikan peran pemerintah dalam pembangunan kota, mereka dapat berkontribusi melalui investasi di infrastruktur dasar serta dukungan bagi UMKM.

"Perusahaan swasta tidak bisa menggantikan pemerintahan kota, tetapi mereka bisa berperan sebagai investor yang bekerja sama dengan pemerintah daerah dalam pengembangan wilayah baru," ujarnya.

Ia juga menyoroti peran institusi keuangan seperti BRI dalam mendukung pengembangan kota baru dengan mempermudah akses pembiayaan bagi UMKM serta mendukung ketersediaan perumahan murah bagi pekerja.

"Jika perusahaan publik seperti BRI dapat membantu mendanai usaha kecil yang ingin membangun rumah asrama atau fasilitas produksi, maka kota baru akan lebih cepat berkembang," ungkapnya.

Saat membahas peran teknologi dalam mendukung UMKM, Romer menekankan pentingnya keterbukaan dalam penggunaan kecerdasan buatan (AI). Indonesia sebaiknya mengambil sikap mendukung AI berbasis open source.

"Kita tidak ingin segelintir perusahaan memiliki monopoli atas teknologi ini," tegasnya.

Menurutnya, AI dapat digunakan untuk menciptakan sistem keuangan yang lebih inklusif, membantu UMKM mengakses modal, serta mengembangkan model bisnis berbasis data. Romer mengajak para peserta untuk belajar dari sejarah dan berpikir besar dalam membangun masa depan Indonesia.

"Baca cerita tentang rencana Kota New York tahun 1811. Kita butuh lebih banyak orang yang berani berpikir besar, bukan hanya menciptakan monopoli bisnis. Jika 280 juta orang di Indonesia memiliki pola pikir seperti itu, masa depan negara ini akan sangat cerah," ujarnya.

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement