REPUBLIKA.CO.ID, GAZA -- Hampir setengah juta orang telah kembali ke wilayah utara Jalur Gaza sejak gencatan senjata antara Hamas dan Israel mulai berlaku. Mengutip Kantor Koordinasi Urusan Kemanusiaan (OCHA), Juru Bicara Sekjen PBB, Stephane Dujarric mengatakan dalam konferensi pers pada Jumat (31/1/2025) bahwa mitra-mitra kemanusiaan menyampaikan warga Palestina yang mengungsi juga bergerak dari utara ke selatan, meskipun dalam jumlah yang lebih kecil.
"Hingga hari ini, sekitar 8.500 orang telah melintasi dari wilayah utara Gaza ke sisi selatan,” katanya.
Dujarric mencatat bahwa PBB dan mitra kemanusiaannya meningkatkan respons mereka di titik-titik pemantauan sepanjang jalur tersebut. "Ini termasuk pertolongan pertama dan dukungan psikologis bagi mereka yang paling rentan, termasuk anak-anak, perempuan, dan lansia. Mereka juga memperluas operasi bantuan di Gaza utara," ucapnya.
"Kemarin, tim OCHA mengunjungi dua lokasi di lingkungan South Remal dan Tel el Hawa di Kota Gaza. Orang-orang di sana mengatakan mereka sangat membutuhkan air, perlengkapan dapur, tempat tidur, dan barang-barang kebersihan," tambahnya.
Dujarric menyatakan keprihatinan mendalam atas situasi kemanusiaan yang memburuk di wilayah utara. Sementara operasi pasukan Israel di Jenin (di Tepi Barat) berlanjut hingga hari kesebelas.
"Operasi yang berulang di sana telah menyebabkan kehancuran luas terhadap rumah-rumah dan infrastruktur. Hampir semua dari 20.000 penduduk kamp pengungsi Jenin telah mengungsi selama dua bulan terakhir dalam konteks operasi yang dilakukan oleh Palestina dan Israel," katanya.
Eskalasi di Tepi Barat yang diduduki terjadi setelah kesepakatan gencatan senjata dan pertukaran tahanan mulai berlaku di Gaza pada 19 Januari, setelah 15 bulan perang genosida Israel yang menewaskan lebih dari 47.400 orang dan menghancurkan wilayah kantong tersebut menjadi puing-puing.
Laporan menyebutkan Kepala Otoritas Israel Benjamin Netanyahu memerintahkan eskalasi tersebut karena adanya ancaman dari partai-partai sayap kanan yang berusaha menjatuhkan pemerintahannya akibat gencatan senjata di Gaza, yang mereka tolak. Sejak dimulainya perang Israel di Gaza pada Oktober 2023, setidaknya 890 warga Palestina telah terbunuh di seluruh wilayah yang diduduki akibat serangan oleh pasukan Israel dan pemukim.