Ahad 02 Feb 2025 17:27 WIB

RUU BUMN Bakal Disahkan di Paripurna, Ini Usulan Pakar Terkait Posisi BPI Danantara

Danantara harus memiliki strategi yang jelas sebagai badan investasi.

Rep: Dian Fath Risalah/ Red: Ahmad Fikri Noor
Kantor Danantara yang berlokasi di Sentra Mandiri, Jakarta.
Foto: Republika/Muhammad Nursyamsi
Kantor Danantara yang berlokasi di Sentra Mandiri, Jakarta.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Pembentukan Badan Pengelola Investasi (BPI) Danantara dalam Rancangan Undang-Undang (RUU) Perubahan Ketiga atas Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara (BUMN) mendapatkan kritik dalam Rapat Panitia Kerja (Panja) Komisi VI DPR RI, Kamis (30/1/2025). Sejumlah pakar menilai Danantara tidak bisa disamakan dengan BUMN biasa karena memiliki peran dan tujuan yang berbeda.

Ekonom dan akademisi Prof Didik J Rachbini menegaskan, Danantara harus memiliki strategi yang jelas sebagai badan investasi, bukan sekadar BUMN dalam bentuk lain. "Danantara tidak boleh diposisikan sebagai BUMN yang dipisah. Harus ada pernyataan yang jelas agar Danantara bersaing di tingkat internasional," ujarnya, dikutip dari Laporan Singkat Hasil Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) Panja Pembahasan Rancangan Undang-Undang Tentang Perubahan Ketiga Atas Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 Tentang Badan Usaha Milik Negara.

Baca Juga

Menurutnya, pemerintah perlu memahami bahwa tujuan utama Danantara bukan menjalankan layanan publik seperti kebanyakan BUMN, melainkan menjadi alat investasi strategis untuk mendorong pertumbuhan ekonomi. Jika Danantara hanya diperlakukan seperti BUMN konvensional, maka potensinya untuk menjadi pemain global akan terhambat.

Sebagai badan investasi, Danantara dinilai perlu lebih menyerupai Temasek di Singapura atau sovereign wealth fund (SWF) negara lain, yang memiliki kebebasan dalam mengelola aset tanpa campur tangan politik yang berlebihan.

Lebih lanjut, Didik juga menekankan, struktur Danantara harus lebih fleksibel dan berbasis investasi, bukan mengikuti model BUMN yang memiliki banyak keterbatasan dalam pengambilan keputusan bisnis.

"BPI Danantara harus bervisi global seperti Temasek. Tata kelola BUMN yang sudah bagus, khususnya BUMN perbankan, harus tetap dilindungi agar tidak terpengaruh oleh kebijakan yang salah dalam Danantara," tegasnya.

Senada dengan Didik, pakar hukum Yuli Indrawati menilai regulasi yang mengatur Danantara masih belum jelas dan berpotensi menimbulkan masalah tata kelola. Ia menegaskan, Danantara tidak bisa tunduk pada aturan yang sama dengan BUMN biasa, karena sifatnya yang lebih menyerupai sovereign wealth fund atau lembaga investasi negara.

"Konsep Badan Pengelola Investasi (BPI) lebih baik dalam bentuk konsep usaha swasta. Jika dalam bentuk badan hukum publik banyak menimbulkan grey area," ungkapnya.

Yuli juga menyoroti peran Penyertaan Modal Negara (PMN) dalam pendanaan BUMN, yang menurutnya tidak bisa serta-merta diterapkan ke Danantara. "Selama BUMN tidak mandiri dan selalu disokong oleh negara melalui PMN, konsep BPI Danantara dalam RUU ini sulit untuk terwujud," jelasnya.

Ia juga memperingatkan jika Danantara masih bergantung pada APBN seperti BUMN lainnya, maka lembaga ini akan sulit berkembang secara mandiri dan kompetitif. Selain itu, intervensi politik juga dikhawatirkan dapat menghambat fleksibilitas Danantara dalam mengambil keputusan investasi.

 

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement