Selasa 04 Feb 2025 13:53 WIB

Kurikulum Cinta dan Eco-Theology akan Diterapkan dalam Pendidikan Agama, Ini Maksudnya

Pendidikan agama dinilai tidak hanya mengajarkan hal yang ritual formalistik.

Ilustrasi Siswa Madrasah
Foto: dok. Republika
Ilustrasi Siswa Madrasah

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Kementerian Agama terus mematangkan konsep Kurikulum Cinta dan Eco-Thelogy agar bisa segera diterapkan. Menteri Agama Nasaruddin Umar mengatakan, dua konsep ini merupakan refleksi mendalam atas peran agama dalam membangun masyarakat yang rukun dan menjaga kelestarian bumi sebagai amanah Tuhan. 

Dua konsep ini dibahas bersama dalam seminar internasional bertajuk Kurikulum Cinta dan Eco-Theology sebagai Basis Gerakan Implementasi Deklarasi Jakarta di Sengkang, Wajo, Sulawesi Selatan. Giat ini diselenggarakan Kemenag bekerja sama dengan Pesantren As’adiyah, Sengkang.

Baca Juga

Hadir, mantan Deputy Menteri Wakaf Mesir As-Said Muhamad Ali Al-Husaini, Direktur Urusan Agama Islam dan Pembinaan Syariah Arsad Hidayat, Direktur Kurikulum, Sarana, Kelembagaan, dan Kesiswaan (KSKK) Madrasah Nyayu Khodijah, Rektor Universitas Islam Negeri (UIN) Alauddin Makassar Hamdan Juhanis, dan civitas academica Perguruan Tinggi Keagamaan.

Sekjen Kemenag Kamaruddin Amin dan Dirjen Bimas Islam Abu Rokhmad juga terjadwal menjadi pembicara“Kurikulum Cinta dan Eco-Theology menjadi landasan penting dalam membentuk kesadaran kolektif untuk kehidupan yang lebih baik. Dua isu ini beberapa waktu lalu kami deklarasikan bersama Paus Fransiskus dalam suatu pernyataan bersama ‘Deklarasi Istiqlal’,” ujar menag di Jakarta, Selasa (4/2/2025).

Dijelaskan menag, konsep Kurikulum Cinta merupakan seperangkat sistem dan fondasi hidup bersama dalam keragaman, untuk kerukunan umat beragama, baik internal maupun antarumat beragama. Cinta adalah inti dari segala tindakan kebaikan. 

“Kurikulum Cinta adalah konsep yang menekankan pentingnya pendidikan berbasis kasih sayang, empati, dan penghargaan terhadap perbedaan. Nilai ini harus menjadi bagian utama dalam sistem pendidikan kita, baik di lembaga formal maupun dalam lingkungan sosial dan keluarga, termasuk dalam kehidupan Pondok Pesantren,” sebut menag.

Sudah seharusnya, kata menag, pendidikan agama tidak hanya mengajarkan hal ritual-formalistik, tetapi juga menanamkan ruh dan semangat moderasi dan penghormatan terhadap keberagaman. Di Indonesia, kita telah melihat bagaimana pesantren, madrasah, dan sekolah-sekolah berbasis agama mulai mengajarkan toleransi dan harmoni dalam kehidupan berbangsa. “Ini adalah langkah maju yang harus terus kita dorong dan perkuat,” tuturnya.

 

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement