REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON – Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump menegaskan kemungkinan mengirimkan pasukan ke Jalur Gaza. Rencana ini disampaikan seturut terungkapnya kerugian besar IDF akibat agresi setahun lebih di Jalur Gaza.
“Kami akan melakukan apa yang diperlukan. Jika perlu, kami akan melakukannya (mengirim tentara). Kami akan mengambil alih tempat itu,” ujarnya dalam konferensi pers di sela pertemuan dengan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu, semalam.
Trump juga mengatakan dia tidak bisa mengatakan apakah gencatan senjata di Gaza akan bertahan. “Kami tidak banyak terbantu oleh pemerintahan Biden. Kami berharap ini bisa bertahan,” tambahnya.
Sementara Trump menyampaikan kemungkinan itu, dua tentara IDF dilaporkan tewas akibat serangan pejuang Palestina di Tepi Barat. Media-media Israel menyebut, dua tentara itu dan enam lainnya terluka pada Selasa pagi dalam operasi penembakan di dekat desa Tayasir, sebelah timur Tubas, di wilayah utara Tepi Barat yang diduduki.
Media Israel melaporkan bahwa penembakan itu terjadi di dekat sebuah desa tempat tentara Israel beroperasi sebagai bagian dari agresinya di Tepi Barat bagian utara. Media menambahkan bahwa wilayah Tayasir menjadi lokasi konfrontasi bersenjata antara seorang pria Palestina dan tentara Israel, yang menyebabkan korban jiwa dan cedera di antara pasukan Israel.
Kematian di Tepi Barat itu menambah panjang daftar tentara penjajah yang tewas dalam agresi setahun belakangan. Data resmi yang dilansir IDF menunjukkan sekitar 900 tentara dan perwira tewas sejak 7 Oktober 2023 lalu di Gaza, Tepi Barat, dan Lebanon.
Namun, jumlah sebenarnya soal tentara yang tewas perlawan mulai terkuak. Aljazirah Arabia melansir, beberapa sumber Israel telah mempublikasikan di media sosial bahwa sistem statistik rumah sakit mencatat bahwa jumlah total kematian warga Israel akibat perang di Gaza, Lebanon dan Tepi Barat mencapai 13.000 orang.
Dalam laporan sebelumnya, Yossi Yehoshua, analis militer untuk Yedioth Ahronoth, memperkirakan tentara Israel kehilangan ratusan komandan dan tentara tahun lalu akibat perang di Jalur Gaza, selain sekitar 12.000 orang terluka dan cacat.
Tentara Israel mengatakan pada 22 Januari bahwa Brigade Givati, yang menarik diri dari Jalur Gaza dalam beberapa hari terakhir, kehilangan 86 pejuang dan komandan selama perang. Angka-angka baru, yang diterbitkan oleh Kepala Staf yang ditunjuk, sangat kontras dengan pernyataan militer sebelumnya yang hanya menyebutkan sekitar 900 orang tewas.
Tentara Israel melansir jumlah korban tewas dan luka yang sangat sedikit selama perang di berbagai bidang, namun sebuah laporan yang diterbitkan oleh surat kabar Haaretz pada peringatan satu tahun perang menyebutkan 12.000 tentara yang terluka dan cacat dipindahkan ke departemen rehabilitasi dari Kementerian Pertahanan.
Laporan tersebut menyatakan bahwa 51 persen dari mereka berusia antara 18 dan 30 tahun, dan 66 persen di antaranya adalah tentara cadangan. Dikatakan bahwa departemen rehabilitasi menerima sekitar 1.000 pasien luka perang setiap bulannya, selain sekitar 500 permintaan baru untuk pengakuan cedera akibat cedera sebelumnya.
Menurut perkiraan departemen tersebut, pada tahun 2030 akan ada sekitar 100.000 penyandang disabilitas di tentara Israel, setengah dari mereka akan menderita penyakit mental. Kementerian Pertahanan Israel mengakui dalam sebuah pernyataan tertanggal 28 Januari bahwa “Departemen Rehabilitasi Kementerian telah merawat lebih dari 15.000 tentara yang terluka sejak pecahnya perang.”
Amos Harel, seorang analis militer untuk surat kabar Haaretz, menyatakan dalam sebuah artikel yang diterbitkan pada pertengahan bulan lalu bahwa kekalahan tentara merupakan faktor penentu dalam mencapai perjanjian gencatan senjata di Gaza, selain kebutuhan mendesak untuk memulangkan para sandera yang ditahan di Jalur Gaza.