REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Badan Legislasi (Baleg) DPR terus melakukan pembahasan terkait Rancangan Undang-Undang tentang Mineral dan Batu Bara (RUU Minerba). Dalam RUU itu, perguruan tinggi kemungkinan akan mendapatkan izin untuk mengelola tambang.
Ketua Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah Busyro Muqoddas mengaku menyayangkan adanya wacana untuk memberikan izin pengelolaan tambang kepada perguruan tinggi. Menurut dia, pengelolaan tambang itu akan lebih banyak memberikan kerugian, alih-alih membawa keuntungan.
"Beberapa rektor sudah menolak. Kampus besar itu UM Yogyakarta, kampus (Muhammadiyah) Jakarta itu menolak. Ya mudah-mudahan yang lain segera menolak, tidak hanya Muhammadiyah saja, ada teman-teman di Atma Jaya, di Jawa sana, dan terutama di (kampus) negeri," kata dia di PP Muhammadiyah, Menteng, Jakarta Pusat, Selasa (11/2/2025).
Ia menilai, tawaran untuk mengelola tambang itu akan berdampak negatif kepada perguruan tinggi. Pasalnya, perguruan tinggi yang menerima tawaran tambang akan menjadi sulit untuk bersikap kritis kepada pemerintah. "Kalau ada yang menerima tawaran tambang itu, itu kiamat kecil kampus itu," ujar Busyro.
Ia menilai, dampak dari pertambangan tidak perlu lagi untuk dijelaskan. Pasalnya, dampak dari tambang lebih banyak memberikan mudarat ketimbang manfaat.
"Ya dampaknya apa bisa perlu dijelaskan lagi? Dampak dari penambangan itu lebih banyak mudaratnya, kecelakaan kemanusiaan, sumber daya alam yang dikeruk habis-habisan itu, dan larinya ke mana? Kan tidak pernah transparan pemerintah," kata dia.
Selain itu, pihak yang diuntungkan dari pertambangan hanya sebagian kecil. Sisanya justru akan rugi akibat terjadinya kerusakan.